Senin, 22 Desember 2025

Meluruskan Polemik Pengukuran dan Jumlah Kemiskinan di Indonesia: Perspektif BPS dan Bank Dunia

Photo Author
- Jumat, 2 Mei 2025 | 17:39 WIB
Ilustrasi angka kemiskinan beda versi, beda tujuan. (Foto: Pexels)
Ilustrasi angka kemiskinan beda versi, beda tujuan. (Foto: Pexels)

Namun, pendekatan ini lebih ditujukan untuk perbandingan antarnegara secara global, bukan untuk pengambilan kebijakan nasional secara langsung.

Pendekatan BPS: Relevansi Lokal

Ilustrasi potret kemiskinan. (Foto: Pexels)
Sementara itu, BPS menggunakan pendekatan Cost of Basic Needs (CBN), yang menghitung garis kemiskinan berdasarkan kebutuhan dasar masyarakat Indonesia, baik dari sisi makanan (minimal 2.100 kilokalori per orang per hari) maupun non-makanan seperti tempat tinggal, kesehatan, pendidikan, pakaian, dan transportasi.

Penghitungan ini dilakukan melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan dua kali setahun dan merepresentasikan pengeluaran rumah tangga, bukan individu.

Per September 2024, BPS menetapkan garis kemiskinan nasional sebesar Rp595.242 per kapita per bulan (setara US$3,3 PPP), atau sekitar Rp2.803.590 per rumah tangga per bulan.

Nilai ini disesuaikan menurut wilayah—di DKI Jakarta, misalnya, garis kemiskinan rumah tangga jauh lebih tinggi dibandingkan Nusa Tenggara Timur (NTT) karena perbedaan harga dan pola konsumsi.

Baca Juga: Terungkap Tantangan Pendidikan Dokter Spesialis di Indonesia, Kemenkes Soroti Ketimpangan dan Solusi Rumah Sakit Pendidikan

Perbandingan Global vs Relevansi Lokal 

Ilustrasi potret kemiskinan. (Foto: Pexels)
Penggunaan garis kemiskinan yang berbeda antara Bank Dunia dan BPS pada dasarnya didasarkan pada perbedaan tujuan analisis.

Garis kemiskinan internasional (global poverty line) yang digunakan Bank Dunia dirancang untuk tujuan perbandingan lintas negara secara makro.

Standar ini membantu komunitas global, termasuk lembaga pembangunan multilateral, dalam memantau kemajuan pengurangan kemiskinan di berbagai negara dalam kerangka Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya SDG 1 tentang penghapusan kemiskinan.

Dengan menetapkan threshold yang sama untuk kelompok negara tertentu (seperti US$6,85 PPP untuk negara berpendapatan menengah atas), Bank Dunia dapat menilai apakah negara-negara tersebut telah meningkatkan kesejahteraan penduduknya sesuai dengan ambang global yang relevan untuk tahap perkembangan ekonomi mereka.

Baca Juga: Polsek Enok Tangkap Pengedar Sabu, 16 Paket Sabu Diamankan di Desa Benteng Utara

Dalam konteks ini, penggunaan GK global lebih bersifat normatif dan aspiratif: menunjukkan di mana posisi Indonesia dibandingkan negara-negara lain dalam kelompok yang sama, dan seberapa besar tantangan pembangunan yang masih harus diatasi.

Sebaliknya, garis kemiskinan yang digunakan BPS disusun dengan pendekatan berbasis kebutuhan riil masyarakat Indonesia.

Tujuan utamanya adalah memberikan gambaran yang akurat dan kontekstual mengenai siapa saja yang hidup di bawah ambang minimum kebutuhan dasar di setiap wilayah Indonesia.

Dengan begitu, angka kemiskinan BPS dapat digunakan sebagai dasar dalam perumusan dan evaluasi kebijakan publik, seperti program perlindungan sosial, subsidi pangan, intervensi daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal), hingga penetapan target dan sasaran dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

Halaman:

Editor: Raja H. Napitupulu

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Banjir dan Hasrat Pembangunan

Kamis, 18 Desember 2025 | 11:03 WIB

Menjaga Alam Lewat Bauran Energi

Minggu, 7 Desember 2025 | 16:00 WIB

Simalakama AI untuk Media Massa

Minggu, 28 September 2025 | 13:00 WIB

Listrik Desa sebagai Jembatan Keadilan Energi

Minggu, 7 September 2025 | 13:56 WIB

Listrik Desa untuk Kesejahteraan Masyarakat

Rabu, 3 September 2025 | 20:14 WIB

Deforestasi Indonesia Tanggung Jawab Dunia

Minggu, 12 Januari 2025 | 12:16 WIB

Semua Ada Akhirnya

Rabu, 9 Oktober 2024 | 08:24 WIB
X