Minggu, 21 Desember 2025

Di Balik Angka Kemiskinan: Memahami Realitas dan Kebijakan

Photo Author
- Kamis, 23 Januari 2025 | 08:51 WIB
Ilustrasi angka kemiskinan yang terus meningkat. (Foto: Pexels.com)
Ilustrasi angka kemiskinan yang terus meningkat. (Foto: Pexels.com)

 

ESENSI.TV - Angka kemiskinan sering kali menjadi bahan diskusi yang memancing perhatian publik.

Belakangan ini, perdebatan tentang definisi dan pengukuran kemiskinan semakin ramai, terutama setelah muncul isu bahwa seseorang yang belanja lebih dari Rp20.000 per hari tidak termasuk kategori miskin.

Agar tidak terjadi kesalahpahaman, penting bagi kita untuk memahami bagaimana Badan Pusat Statistik (BPS) mengukur kemiskinan dan memaknai data tersebut dengan benar.

Baca Juga: Semakin Dekat ke Babak 16 Besar Liga Champions, Arsenal Tundukkan Dinamo Zagreb 3-0

Konsep Kemiskinan Menurut BPS

Kemiskinan di Indonesia diukur berdasarkan pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach).

Pendekatan ini digunakan untuk mengidentifikasi individu atau rumah tangga yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya, baik makanan maupun non-makanan.

Menurut BPS, seseorang dikategorikan miskin jika pengeluaran per kapitanya berada di bawah Garis Kemiskinan (GK). Garis kemiskinan ini mencakup dua komponen utama:

  1. Garis Kemiskinan Makanan (GKM): GKM dihitung berdasarkan kebutuhan kalori minimal sebesar 2.100 kilokalori per kapita per hari. Kalori ini diperoleh dari berbagai jenis bahan makanan, seperti beras, telur, tahu, tempe, minyak goreng, dan lain-lain.
  2. Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM): GKNM meliputi kebutuhan dasar non-makanan, seperti sandang, perumahan, pendidikan, dan kesehatan. 

Baca Juga: Manjakan Mata di Pantai Tanjung Tinggi, Surga Alam Tersembinyi di Belitung yang Memukau

Perhitungan Garis Kemiskinan

Data untuk menghitung garis kemiskinan berasal dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), yang dilakukan secara berkala oleh BPS.

Survei ini mengumpulkan data pengeluaran rumah tangga untuk berbagai kebutuhan. Dalam perhitungannya, BPS menetapkan nilai moneter yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar tersebut.

Sebagai contoh, jika garis kemiskinan suatu wilayah ditetapkan pada Rp500.000 per kapita per bulan, artinya individu dengan pengeluaran di bawah angka tersebut dianggap miskin.

Perhitungan ini mempertimbangkan harga barang di wilayah terkait, sehingga garis kemiskinan di daerah perkotaan biasanya lebih tinggi dibandingkan pedesaan.

Baca Juga: Mengenal Power Steering, Mulai Dari Fungsi, Cara Kerja, dan Keunggulannya

Keterkaitan Garis Kemiskinan dengan Upah Minimum Regional

Garis kemiskinan sering kali dibandingkan dengan Upah Minimum Regional (UMR), karena keduanya mencerminkan kebutuhan hidup di suatu wilayah.

UMR ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dengan mempertimbangkan beberapa faktor, termasuk Kebutuhan Hidup Layak (KHL), inflasi, dan pertumbuhan ekonomi.

Halaman:

Editor: Raja H. Napitupulu

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Banjir dan Hasrat Pembangunan

Kamis, 18 Desember 2025 | 11:03 WIB

Menjaga Alam Lewat Bauran Energi

Minggu, 7 Desember 2025 | 16:00 WIB

Simalakama AI untuk Media Massa

Minggu, 28 September 2025 | 13:00 WIB

Listrik Desa sebagai Jembatan Keadilan Energi

Minggu, 7 September 2025 | 13:56 WIB

Listrik Desa untuk Kesejahteraan Masyarakat

Rabu, 3 September 2025 | 20:14 WIB

Deforestasi Indonesia Tanggung Jawab Dunia

Minggu, 12 Januari 2025 | 12:16 WIB

Semua Ada Akhirnya

Rabu, 9 Oktober 2024 | 08:24 WIB
X