Minggu, 21 Desember 2025

Banjir dan Hasrat Pembangunan

Photo Author
- Kamis, 18 Desember 2025 | 11:03 WIB
Inilah tanda-tanda yang harus diperhatikan sebelum membeli mobil bekas untuk memastikan kondisinya tidak rusak karena banjir. (Foto: Unsplash)
Inilah tanda-tanda yang harus diperhatikan sebelum membeli mobil bekas untuk memastikan kondisinya tidak rusak karena banjir. (Foto: Unsplash)

ESENSI.TV, SUMATRA - Bencana seolah belum bosan menyapa bumi pertiwi; banjir bandang Sumatra menjadi episode terbaru yang memilukan. Tercatat banyak korban jiwa, dan ribuan lainnya terpaksa mengungsi.

Belum lagi kerusakan infrastruktur, dan lumpuhnya aktivitas ekonomi masyarakat. Banjir bandang ini bahkan disebut sebagai bencana hidrometeorologi terdasyat dalam sejarah perjalanan negara Indonesia.

Di balik angka korban dan kerusakan, ada duka cita mendalam. Banyak yang kehilangan keluarga terkasih, kehilangan tempat tinggal, kehilangan mata pencaharian, dan bahkan mungkin kehilangan asa. Bencana ekologis ini menuntut sebuah refleksi jujur. Bahwa kerusakan alam telah terakumulasi, menumpuk dari waktu ke waktu.

Baca Juga: Cara Merawat Mobil Jualan Makanan agar Tetap Prima dan Selalu Siap Digunakan

Kombinasi Destruktif

Laporan BKMG menyebut anomali iklim yang mengakibatkan intensitas curah hujan ekstrim dalam durasi yang cukup singkat. Curah hujan sebulan yang tetumpah dalam satu hari. Demikian yang sering dilaporkan. Tidak dimungkiri, itu menjadi salah satu penyebab, di saat daya dukung hutan dan ekosistem untuk menyerapkannya sudah sangat berkurang. Kombinasi destruktif termaksimal. 

Di titik inilah, pengelolaan hutan dan tata ruang menjadi krusial, untuk mengantisipasi ketidakpastikan iklim. Banjir Sumatra bukan sekedar “kejadian alam”, namun ada campur tangan manusia yang sangat signifikan. Puluhan tahun, kita sangat sembrono dalam mengelola sumberdaya hutan.

Konservasi vs Produksi

Diskursus publik sering terjebak dalam dikotomi sederhana: seolah-olah solusi satu-satunya. Hentikan pemanfaatan hutan. Ini sangat bisa dipahami, tapi tidak selalu realistis. Pengelolaan hutan tidak identik dengan konservasi semata. Hutan dapat memberi manfaat ekonomi dan ekologis secara simultan. 

Tidak ada yang salah dengan kegiatan pemanfaatan hutan, senyampang tidak melebihi kemampuan regenerasinya. Bahkan negara maju -sebut saja, negara Skandinavia, Jerman, Kanada-, pun masih mengandalkan industri perkayuan. Dan hutannya tetap lestari, dan selalu jadi rujukan model kelola idaman. Itu karena pemanfaatan hutan dilakukan dengan kehati-hatian, dalam koridor kelestarian. 

Jejak Deforestasi & Fragmentasi Hutan

Akan tetapi, berpuluh tahun pembalakan di Sumatra (dan di Indonesia pada umumnya) dilakukan secara serampangan, dan mengabaikan daya dukung. Deforestasi hutan di Sumatra sangat kasat mata, dan bukan hal yang perlu diperdebatkan lagi. Di Sumatra lah, episode fragmentasi & deforestasi hutan alam Indonesia dimulai, baru disusul wilayah dan pulau lainnya. Fragmentasi hutan sudah terjadi sejak 1970-an. 

Deforestasi terbesar terjadi pada periode 1990-2010. Penelitian menunjukkan bahwa pada periode 1990–2010, Sumatra kehilangan 7,5 juta hektar hutan primer, belum termasuk 2.3 juta hektar yang terdegradasi (Margono dkk. 2012). Pada periode ini, hampir 50% hutan primer dibuka/ dikonversi. 

Ekspansi kawasan pertanian (terutama sawit) disebut sebagai penyebab utama deforestasi (Juniati dkk.2021). Belum lagi non-kehutanan lain seperti proyek infrastuktur dan kebutuhan non-kehutanan lainnya. Deforestasi bukanlah permasalahan kehutanan (industri perkayuan) semata, namun ada kelindan lintas sektor yang kompleks.

Yang pasti, hutan selama ini hanya diposisikan sebagai pelumas pembangunan. Ketika potensi (ekonomi) menurun, alih fungsi ke kegiatan ekstraktif lain—seperti sawit dan tambang—jadi solusi. Ukuran yang dipakai hanyalah berapa devisa yang disumbangkan. Benar bahwa hutan hanya menyumbang 1% dari PDB. Tapi “avoided loss” dengan adanya hutan, sengaja dilupakan. 

Yang terjadi adalah kehutanan kemudian dipaksa untuk berperan sekedar sebagai “penyedia lahan” bagi aktivitas ekonomi lain yang lebih menjanjikan. Lanskap Sumatra yang rentan adalah warisan masa lalu, yang terus dieksploitasi dengan hingga hari ini. 

Baca Juga: 6 Olahraga Pagi Favorit Gen Z yang Bikin Badan Lebih Segar

Halaman:

Editor: Raja H. Napitupulu

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Tags

Terkini

Banjir dan Hasrat Pembangunan

Kamis, 18 Desember 2025 | 11:03 WIB

Simalakama AI untuk Media Massa

Minggu, 28 September 2025 | 13:00 WIB

Listrik Desa untuk Kesejahteraan Masyarakat

Rabu, 3 September 2025 | 20:14 WIB

Semua Ada Akhirnya

Rabu, 9 Oktober 2024 | 08:24 WIB

Mpox dan Empat Generasi Vaksin

Selasa, 27 Agustus 2024 | 16:56 WIB

Dampak Negatif Pilpres 2024 terhadap Masyarakat

Selasa, 23 Juli 2024 | 16:37 WIB

WNA Korea yang Kerja di Indonesia Rasis!?

Sabtu, 15 Juni 2024 | 14:00 WIB

Nobel Caltech. 1 Kampus Meraih 47 Nobel

Selasa, 11 Juni 2024 | 14:30 WIB

Belajar Dari Soeharto dan Nadiem Makarim

Rabu, 29 Mei 2024 | 15:05 WIB
X