Lebih jauh, Lisdes 2025–2029 adalah upaya sistematis menghapus kemiskinan energi sekaligus memperkuat inklusi sosial. Desa yang memiliki listrik memadai tak lagi terpinggirkan, melainkan mampu berpartisipasi aktif dalam era digital.
Anak-anak desa kini bisa belajar daring, masyarakat dapat mengakses layanan perbankan digital, hingga pemerintah desa lebih transparan dengan sistem administrasi berbasis teknologi.
Program Lisdes bukan hanya menghadirkan keadilan energi, tetapi juga jembatan menuju keadilan sosial dan ekonomi.
Dengan sinergi kebijakan, inovasi teknologi, dan partisipasi masyarakat, listrik desa menjelma sebagai instrumen strategis membangun Indonesia yang lebih setara dan sejahtera.
Ketimpangan Listrik dan Kesenjangan Pelayanan
Data PLN dan Kementerian ESDM mengidentifikasi desa-desa ini berada di daerah geografis sulit (kepulauan kecil, gunung, Timur Indonesia).
Sementara itu, dampak infrastruktur listrik yang minim mengakibatkan banyak hal tidak popular dan merugikan. Diantaranya, kesempatan belajar pada malam hari menjadi sangat terbatasi tanpa lampu dan internet.
Berikutnya, fasilitas kesehatan tanpa steril menjadi sangat massif sehingga penyimpanan vaksin terganggu, dan hal-hal lainnya yang sangat membutuhkan energi listrik.
Lalu, UMKM tidak bisa beroperasi secara efisien atau memasuki ekonomi digital. Hal ini tentu sangat merugikan dan membuat daya saing UMKM Indonesia semakin rendah. Dan akhirnya, harga komoditas lokal menjadi rendah akibat ketiadaan rantai dingin.
Fenomena ini menandakan masalah struktural yang membutuhkan solusi terarah dan mendesak.
Strategi Pemerintah
Selain mengaliri listrik ke 10.068 desa, Program Lisdes juga menyambungkan sekitar 1,2 juta rumah tangga. Artinya, periode 2025–2029 menandai berakhirnya ‘kemiskinan energi’ secara statistik dan substantif.
Kementerian ESDM juga mengimplemen teknologi off-grid seperti PLTS atap, hybrid solar-diesel, dan mini-grid berbasis potensi lokal, serta microgrid pintar (smart grid) di daerah 3T (Tertinggal, Terluar, Terdepan).
Kapasitas pembangkit per desa diestimasikan total sekitar 394 MW untuk wilayah sulit. Hal ini mempercepat elektrifikasi tanpa harus menunggu pembangunan jaringan utama.
Artikel Terkait
Hetifah: Kekalahan Timnas di Australia Mengecewakan, tapi Perjuangan Belum Berakhir
Meluruskan Polemik Pengukuran dan Jumlah Kemiskinan di Indonesia: Perspektif BPS dan Bank Dunia
Komentar Kecil tentang Kemiskinan Versi World Bank dan Versi BPS
Keterbatasan Metode Pengukuran dan Pelajaran bagi Pemerintah dari Angka Kemiskinan Bank Dunia
Listrik Desa untuk Kesejahteraan Masyarakat