Senin, 22 Desember 2025

Kemenko Polhukam Antisipasi 7 Tahap Potensi Kerawanan Pilkada Serentak 2024

Photo Author
- Selasa, 10 September 2024 | 17:15 WIB
Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri Kemenko Polhukam Mayjend TNI Dr. Heri Wiranto mengatakan, 80% pemda telah mengalokasikan dana untuk pelaksanaan Pilkada serentak 2024. (ESENSI.TV)
Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri Kemenko Polhukam Mayjend TNI Dr. Heri Wiranto mengatakan, 80% pemda telah mengalokasikan dana untuk pelaksanaan Pilkada serentak 2024. (ESENSI.TV)

ESENSI.TV, JAKARTA - Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) mengungkapkan 7 tahap potensi kerawanan Pilkada serentak 2024.
Pemerintah terus berupaya melakukan langkah-langkah terbaik untuk memastikan pelaksanaan Pilkada serentak 2024 berlangsung dengan baik dan sesuai harapan.

Hal itu diungkapkan oleh Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri Kemenko Polhukam, Mayjen TNI Dr. Heri Wiranto saat menyampaikan paparannya dalam
webinar bertajuk "Pilkada Serentak Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi: Perubahan Konstelasi Politik dan Proyeksi Anatomi Kepemimpinan Daerah Kedepan" yang diselenggarakan oleh Keluarga Alumni Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan Universitas Gadjah Mada (KAPIMGAMA), di Jakarta, Selasa (10/09/2024.

"Kami mengantisipasi 7 tahap potensi kerawanan dalam Pilkada serentak 2024," ujarnya.

Ia mengatakan, pelaksanaan Pemilu 2024 telah berjalan dengan aman dan lancar. Hal itu berkat kerja keras penyelenggara pemilu yang didukung oleh aparat keamanan, pemerintah, daerah dan seluruh elemen masyarakat, katanya.

Baca Juga: Libatkan Lintas Profesi, Pengurus KAPIMGAMA Dilantik

Meski demikian, Kemenko Polhukam mengantisipasi 7 tahap potensi kerawanan Pilkada serentak, sejak pendaftaran pasangan calon (paslon) hingga pengucapan sumpah atau janji paslon terpilih.

7 Tahap Potensi Kerawanan

Ia mengungkapkan, ketujuh tahap potensi kerawanan tersebut.

Pertama, saat pendaftaran paslon yaitu adanya penolakan bakal paslon dari masyarakat setempat. Lalu pemalsuan data personal paslon dan pendukung paslon, penyebaran berita hoax, isu sara dan ujaran kebencian. Berikutnya, netralitas aparatur, mobilisasi pendukung paslon yang bermuatan identitas, dan sengketa pemilih antar calon perseorangan dengan lembaga Penyelenggara Pemilu.

Kedua, saat pelaksanaan kampanye, berupa adanya black campaign, money politics, pemasangan alat kampanye yang menyalahi aturan. Kemudian, bentrok antar pendukung, pengrusakan alat kampanye, pelibatan anak dibawah umur, penggunaan fasilitas pemerintah dalam kampanye, munculnya surat pernyataan sikap oleh tokoh adat untuk memilih Paslon tertentu. Lalu, kampanye door to door, dan mobilisasi massa.

Baca Juga: Optimalisasi Pengawasan Pilkada 2024, Bawaslu Fokus pada Pendataan Pengawas Ad Hoc

Ketiga, saat tahap pengadaan dan distribusi logistik, berupa distribusi logistik tidak tepat Waktu, tidak adanya kerja sama dengan pihak ketiga saat distribusi logistik, pencurian logistik oleh massa pendukung paslon (jika terjadi di Papua, dilakukan oleh KKB). Kemudian, manipulasi data logistik Pilkada, kekurangan logistik yang diterima oleh TPS, sulitnya akses ke TPS karena faktor geografis dan cuaca buruk, serta adanya ancaman teror dan intimidasi dari Kelompok KKB di Papua.

Keempat, pada masa tenang potensi kerawanan Pilkada serentak terjadi melalui kampanye terselubung, serangan fajar (door to door) oleh Timses Paslon, politik uang, dari Paslon. Kemudian, adanya pemasangan alat kampanye berupa baliho dan spanduk di daerah yang sulit dipantau oleh Bawaslu, serta kampanye melalui akun anonym media sosial.

"Kelima, saat pemungutan suara potensi kerawanannya bisa terjadi money politics melalui serangan fajar, kekurangan logistik Pilkada, adanya gangguan ancaman teror dan intimidasdi dari KKB (di wilayah Papua). Lalu, adanya manipulasi pelaksanaan pemungutan suara di wilayah pedalaman, penyalahgunaan surat suara yang lebih, penganiayaan kepada petugas KPPS/Saksi, serta pemungutan dan pencoblosan suara dengan sistem Noken/Ikat," papar Heri.

Halaman:

Editor: Raja H. Napitupulu

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X