Fenomena retro bukan hanya terlihat pada fesyen, tetapi juga pada hobi dan cara bersenang-senang.
Kamera film kembali diminati, toko kaset dan vinyl yang hampir punah kini ramai oleh anak muda, bahkan konsol game jadul ikut terangkat kembali.
Baca Juga: Teror Penculikan Massal di Niger, Nigeria, 50 Anak Berhasil Kabur, 253 Lainnya Masih Disandera
Di balik itu semua ada keinginan Gen Z untuk menemukan sensasi yang lebih tulus dan tidak didikte algoritma.
Menariknya, di balik seluruh gerakan ini ada pencarian identitas. Kehidupan digital yang seragam membuat Gen Z ingin tampil berbeda, dan retro menjadi cara untuk membangun karakter unik.
Mereka tidak sekadar menghidupkan masa lalu, tetapi menafsirkannya ulang agar selaras dengan kehidupan masa kini.
Dampaknya terasa juga bagi ekonomi kreatif. Bisnis thrift shop, studio foto analog, hingga penjual barang antik mengalami peningkatan pesat.
Banyak pelaku usaha kecil mendapatkan ruang baru berkat minat Gen Z terhadap barang-barang lama yang punya nilai estetika.
Baca Juga: Judistira Tegaskan Komisi D Akan Tinjau Sengketa Lahan Pramuka Rawasari
Kembalinya budaya retro menunjukkan bahwa kemajuan teknologi tidak selalu menghapus jejak masa lalu.
Justru bagi Gen Z, masa lalu itu menemukan makna baru. Retro bukan hanya gaya, tapi cara mereka mencari keaslian dalam dunia yang semakin cepat dan serba digital.
Dan melihat antusiasme yang terus tumbuh, tampaknya tren ini masih akan hidup panjang, bahkan mungkin menjadi bagian penting dari identitas budaya mereka ke depan.***(LL)
Artikel Terkait
Rutinitas Sederhana ala Gen Z untuk Mengurangi Stres Tanpa Harus Healing Mahal
Scroll Tanpa Henti, Begini Dampak Media Sosial pada Kesehatan Mental Gen Z
Rekomendasi Kado Ulang Tahun untuk Gen Z: Kreatif, Estetik, dan Anti Gagal
Gen Z dan Insecurity: 5 Hal yang Sering Bikin Percaya Diri Menurun
Mengenal Mindfulness ala Gen Z, Cara Baru Menemukan Ketenangan di Dunia yang Serba Cepat