ESENSI.TV, GAYA HIDUP - Dalam beberapa tahun terakhir, layanan paylater menjelma menjadi salah satu metode pembayaran paling populer di kalangan Gen Z.
Kemudahan beli sekarang, bayar nanti terasa sangat cocok dengan gaya hidup serba cepat dan digital native mereka.
Hanya dengan beberapa klik, barang impian bisa langsung diambil, sementara pembayaran bisa ditunda hingga akhir bulan atau dicicil dalam tenor tertentu.
Untuk generasi muda yang tumbuh bersama teknologi, kepraktisan seperti ini tentu sangat menggoda.
Baca Juga: Judistira Tegaskan Perpanjangan Rekayasa Lalu Lintas TB Simatupang Beri Dampak Positif
Namun, di balik kenyamanan tersebut, terdapat risiko finansial yang sering kali luput dari perhatian.
Banyak Gen Z yang belum memiliki kestabilan pendapatan atau literasi keuangan yang matang, tetapi sangat aktif dalam bertransaksi digital.
Kombinasi ini dapat menjadi jebakan jika tidak diimbangi dengan perencanaan keuangan yang baik.
Paylater pada dasarnya bukan uang gratis; ia tetap adalah bentuk utang yang harus dilunasi, sering kali dengan bunga atau biaya tambahan jika pembayaran terlambat.
Baca Juga: Bolehkah Mandi Setelah Begadang? Ini Fakta Medis yang Sering Disalahpahami
Salah satu tantangan utama paylater adalah sifatnya yang membuat transaksi terasa tidak nyata.
Karena tidak perlu mengeluarkan uang secara langsung, pengguna cenderung merasa kurang terbebani saat membeli sesuatu.
Tanpa disadari, jumlah transaksi kecil-kecil bisa menumpuk menjadi tagihan besar di akhir bulan.
Inilah mengapa banyak Gen Z yang mengalami stres finansial atau kesulitan membayar karena terjebak dalam pola konsumsi impulsif.
Artikel Terkait
Empati Digital, Cara Gen Z Mengubah Kepedulian Jadi Gaya Hidup
Dampak FOMO bagi Keseharian Gen Z dan Cara Mengatasinya
5 Cara Bijak Orang Tua Gen Z saat Anak Mengalami Bullying
Tips Efektif Atasi Kulit Wajah Berminyak yang Banyak Dialami Gen Z
Bukan dari Koran atau TV, Begini Revolusi Cara Gen Z Mengonsumsi Berita