ESENSI.TV, GAYA HIDUP - Di era digital, satu cuitan atau video berdurasi 30 detik bisa mengubah reputasi seseorang dalam hitungan jam.
Gen Z, yang tumbuh bersama media sosial, menjadi salah satu kelompok paling aktif dalam mempraktikkan fenomena yang dikenal sebagai cancel culture.
Dengan kekuatan tagar dan viralitas, mereka bisa menurunkan pamor selebriti, influencer, bahkan pejabat publik.
Namun, apakah praktik ini benar-benar ampuh untuk menuntut perubahan, atau justru berbalik menjadi bumerang sosial?
Baca Juga: Kejam! Ribuan Calon Jemaah Terdepak, KPK Bongkar Modus Licik Korupsi Kuota Haji 2024
Apa Itu Cancel Culture?
Cancel culture merujuk pada gerakan kolektif di media sosial untuk memboikot figur publik atau institusi yang dianggap melakukan kesalahan moral, etika, atau sosial.
Biasanya, “canceling” dilakukan melalui kampanye digital dengan tagar tertentu hingga trending.
Tujuannya beragam, mulai dari menuntut akuntabilitas, memberikan pelajaran, hingga menekan perubahan perilaku.
Mengapa Gen Z Sangat Aktif?
Gen Z dikenal sebagai generasi yang peduli pada isu keadilan sosial, keberagaman, dan inklusivitas.
Dengan akses cepat ke informasi, mereka tidak ragu bersuara lantang saat menemukan perilaku yang dianggap salah.
Cancel culture bagi mereka adalah bentuk solidaritas dan perlawanan terhadap ketidakadilan, sekaligus cara menunjukkan bahwa opini publik memiliki kekuatan nyata.
Baca Juga: Saat Marco Rubio Mendatangi Netanyahu, Israel Semakin Gencar Menyerang Gaza
Artikel Terkait
Strategi Ampuh Gen Z Bertahan dan Bersinar di Era Persaingan Karier
Tips Belanja Fashion Online ala Gen Z Paling Ampuh untuk Dapatkan Outfit Keren dan Berkualitas
Sneakers Favorit Gen Z yang Bikin Hangout Lebih Stylish
Nepal Catat Sejarah, Sushila Karki Pimpin Negara di Tengah Luka Demonstrasi Gen Z
Gen Z dan Tren Digital Nomad, Bekerja Sambil Traveling Jadi Gaya Hidup Baru