ESENSI.TV, GAYA HIDUP - Di balik unggahan pemandangan alam, kopi di tepi pantai, dan caption “healing dulu” yang sering berseliweran di media sosial, tersembunyi fenomena yang lebih dalam: kebutuhan Gen Z untuk “menyembuhkan diri” dari tekanan hidup.
Tapi pertanyaannya, apakah healing yang mereka lakukan benar-benar membantu kesehatan mental, atau hanya bentuk pelarian dari kenyataan yang belum mereka hadapi?
Istilah “healing” kini tak lagi terbatas pada sesi terapi profesional atau perjalanan spiritual.
Baca Juga: RSUI Buka Lowongan Perawat PTT 2025, Simak Syarat dan Jadwal Seleksinya
Bagi Gen Z, healing bisa berarti staycation di hotel, ngemil sambil nonton serial favorit, bahkan sekadar rehat dari media sosial.
Aktivitas ini dianggap sebagai bentuk self-care atau upaya merawat diri di tengah beban hidup yang berat.
Namun, ketika dilakukan secara impulsif atau berulang sebagai cara menghindari masalah, healing bisa berubah menjadi distraksi sementara.
Tekanan hidup yang dirasakan Gen Z memang nyata. Mulai dari ketidakpastian karier, ekspektasi sosial, hingga kecemasan akan masa depan yang semakin kompleks, semuanya membentuk beban mental yang berat.
Baca Juga: Mobil Sulit Dinyalakan? Kenali Gejala dan Cara Menangani Kerusakan Dinamo Starter Mobil
Mereka adalah generasi yang tumbuh di era digital dengan arus informasi cepat dan standar hidup yang kerap tak realistis.
Tak heran jika banyak dari mereka merasa kelelahan bahkan sebelum memasuki dunia kerja secara penuh.
Tren healing ini sebenarnya menunjukkan hal positif: meningkatnya kesadaran Gen Z akan pentingnya kesehatan mental.
Mereka lebih terbuka untuk berbicara tentang stres, burnout, dan kebutuhan akan waktu istirahat.
Baca Juga: Rahasia Sehat dari Daun Katuk: Sayuran Sederhana dengan Segudang Manfaat Kesehatan untuk Semua Usia