ESENSI.TV, ALASKA - Langkah politik Amerika Serikat memasuki babak baru setelah pertemuan penting antara Presiden Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin di Alaska.
Pertemuan ini bukan hanya menyita perhatian dunia, tetapi juga memunculkan tanda tanya besar tentang arah kebijakan Washington terhadap perang di Ukraina.
Alih-alih menekan Moskow dengan syarat gencatan senjata seperti sebelumnya, Trump justru menyuarakan preferensi yang sejalan dengan Putin, langsung menuju perjanjian damai tanpa melalui jeda gencatan senjata.
Trump mengumumkan pergeseran sikap tersebut pada Sabtu (16/8), sehari setelah dirinya berbicara selama hampir tiga jam dengan Putin dalam KTT pertama AS-Rusia sejak invasi besar-besaran ke Ukraina dimulai pada Februari 2022.
Baca Juga: Gen Z Pilih Sehat, Junk Food Bukan Lagi Gaya Hidup Keren
Ia menegaskan bahwa Rusia adalah kekuatan yang sangat besar, sambil menambahkan bahwa cara terbaik mengakhiri konflik adalah dengan membuat kesepakatan damai permanen, bukan sekadar gencatan senjata yang rawan dilanggar.
Pernyataan ini jelas menunjukkan perubahan besar dibanding posisinya sebelum KTT, di mana Trump masih menekankan pentingnya gencatan senjata sebagai langkah awal.
Pernyataan Trump tersebut langsung memicu reaksi beragam di panggung internasional.
Di Moskow, wacana ini kemungkinan besar disambut positif karena sesuai dengan narasi Rusia yang sejak lama menolak jeda sementara.
Baca Juga: Lepaskan Penat di Karimun Jawa, Pantai Putih, Terumbu Karang, hingga Sensasi Bertemu Hiu
Namun, para analis menilai jalan menuju kesepakatan damai sangat rumit, sebab tuntutan kedua belah pihak masih saling bertolak belakang.
Pasukan Rusia terus bergerak maju secara bertahap, sementara Ukraina menolak menandatangani perjanjian yang dapat dianggap sebagai pengakuan atas pendudukan wilayahnya.
Dampak perang selama lebih dari dua tahun ini begitu dahsyat. Menurut laporan para pengamat, lebih dari satu juta orang dari kedua belah pihak menjadi korban, baik tewas maupun terluka, dengan ribuan di antaranya adalah warga sipil Ukraina.
Konflik ini pun tercatat sebagai perang paling mematikan di Eropa sejak Perang Dunia II.