ESENSI.TV, KENYA - Gelombang unjuk rasa antipemerintah kembali mengguncang Kenya.
Ribuan warga turun ke jalan pada Rabu lalu untuk memperingati tragedi protes berdarah tahun lalu, yang menewaskan puluhan orang.
Sayangnya, demonstrasi tahun ini juga berakhir tragis: setidaknya 16 orang dinyatakan tewas, sebagian besar diduga menjadi korban kekerasan aparat keamanan.
Laporan Amnesty Kenya dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Kenya (KNCHR) mengungkapkan bahwa sebagian besar korban meninggal karena tembakan polisi.
Direktur Eksekutif Amnesty Kenya, Irungu Houghton, mengungkapkan bahwa hingga pukul 08.30 waktu setempat, sebanyak 16 kematian telah diverifikasi.
Menurutnya, sebagian besar korban tewas karena ditembak, dengan sedikitnya lima orang ditembak mati secara langsung.
Sementara itu, KNCHR sebelumnya juga telah mencatat delapan kematian yang diduga disebabkan oleh luka tembak.
Aksi demonstrasi ini merupakan bentuk peringatan atas insiden serupa yang terjadi pada 25 Juni tahun lalu, di mana lebih dari 60 orang tewas setelah pengunjuk rasa menyerbu gedung parlemen.
Baca Juga: Bukan Cuma Scroll! Begini Cara Gen Z Jadikan Media Sosial sebagai Jalan Karier Nyata
Saat itu, publik bereaksi keras terhadap rencana pemerintah menaikkan pajak.
Walau akhirnya rencana tersebut dibatalkan oleh Presiden William Ruto, kemarahan rakyat terhadap kekerasan aparat belum juga mereda.
KNCHR juga melaporkan bahwa lebih dari 400 orang menjadi korban dalam aksi terbaru ini, termasuk demonstran, jurnalis, dan aparat kepolisian.
Banyak dari korban mengalami luka akibat tembakan peluru tajam maupun peluru karet, serta serangan meriam air.