ESENSI.TV, JAKARTA - Seperti diketahui bahwa negara tetangga kita Thailand melalui Kementerian Kesehatan negara itu pada 22 Agustus 2024 mengkonfirmasi temuan kasus pertama varian baru Clade 1b virus Mpox yang berpotensi lebih berbahaya.
Virus Mpox ini ditemukan pada pasien berusia 66 tahun yang terbang dari Benua Afrika dan tiba di Thailand pada 14 Agustus tanpa gejala. Tentu hal ini membuat kita dan juga negara-negara ASEAN perlu lebih waspada dan perlu mengambil langkah antisipatif yang tepat. Salah satu penanggulangan kesehatan masyarakat yang banyak dibicarakan -dan mudah-mudahan akan dilaksanakan- adalah pemberian vaksinasi mpox pada orang yang memerlukannya.
Publikasi World Health Organizzation (WHO) Weekly Epidemiological Record 23 Agustus 2024 menyampaikan “position paper” tentang vaksin Smallpox and mpox (orthopoxviruses), yang perlu kita pahami sebelum mengambil kebijakan penggunaan vaksin di negara kita. WHO menyampaikan bahwa vaksin smallpox and mpox vaccines sekarang ini utamanya adalah berdasar virus hidup (“live vaccinia virus”) orthopoxvirus.
Baca Juga: Ratusan Kerbau di Sumsel Mati Akibat Terinfeksi Virus Ngorok
Publikasi WHO
Publikasi WHO terbaru ini menjelaskan tentang empat jenis atau empat generasi vaksin penyakit ini. Generasi pertama adalah vaksin cacar (smallpox) yang telah digunakan luas di dunia pada tahun 1950 sampai 1970an pada waktu dunia melakukan eradikasi cacar.
Saya yang hampir berumur 70 tahun juga dulu sempat mendapat vaksin cacar generasi pertama ini, sementara teman-teman yang lebih muda tentu tidak divaksin cacar ini lagi karena memang sejak 1980 penyakit cacar sudah dieradikasi dari muka bumi, walaupun memang masih ada bentuk yang berbeda yaitu mpox sekarang ini.
Generasi pertama vaksin ini dibuat berdasar galur -seperti “New York City Board of Health (NYCBH)” dan juga “Lister strains”, dan lain-lain– yang dikultivasi dari kulit binatang.
Baca Juga: Dukungan FAO dan WHO terhadap Kolaborasi Riset untuk Pembangunan Kesehatan Indonesia
Kemudian, generasi kedua vaksin smallpox (seperti ACAM2000) sebenarnya juga menggunakan galur yang sama (“vaccinia virus vaccine strains”) seperti yang digunakan pada generasi pertama. Hanya saja yang generasi kedua ini vaksinnya diproduksi di sel kultur jaringan (“tissue culture”) dari isolasi virus plaques, bersifat bebas dari agen adventitious dan dapat diatenuasi lebih lanjut. Generasi pertama dan kedua vaksin ini berpotensi untuk di replikasi (“replication-competent”).
Generasi ketiga vaksin ini adalah yang lebih di atenuasi (“more attenuated vaccinia vaccine strains”) dan dibentuk berdasar proses lebih lanjut pada kultur sel dan hewan untuk meningkatkan keamanannya. Kita tahu bahwa dua prinsip dasar dari vaksin (dan juga obat) adalah keamanan dan efikasinya.
Vaksin generasi ketiga ini dulu digunakan menjelang dan segera sesudah smalpox dieradikasi di tahun 1980 dulu. Contoh dari generasi ketiga ini adalah vaccinia strain LC16m8 yang di produksi di Jepang dengan replikasi minimal Lister strain dengan mutasi gen B5R, dan vaksin MVA-BN yang merupakan bentuk non-replikasi dengan sebagian delesi 30kb dari genom virus.
Baca Juga: Ratusan Kerbau di Sumsel Mati Akibat Terinfeksi Virus Ngorok
Generasi Terbaru
Artikel Terkait
Ekspor Turun Hingga 50%, Pemerintah Diminta Gencarkan Sosialisasi Virus Demam Babi
Kematian Manusia Pertama Akibat Virus Oz
Virus Nipah Potensi Masuk Indonesia, Kenali Gejala Awalnya Dari Sekarang!
Kemenkes Terbitkan Surat Edaran Kewaspadaan Terhadap Virus Nipah
WHO Luncurkan Cara Pengendalian Virus Hepatitis E dan Diabetes
Rasakan Khasiat Minyak Pohon Teh untuk Melindungi Diri dari Virus
Ilmuan di Seluruh Dunia Marah, Peneliti China Ciptakan Mutan Virus Corona 100% Mematikan
WHO Luncurkan CoViNet, Jaringan Global Untuk Virus Corona
BRIN Ciptakan Biosensor Portabel untuk Deteksi Virus, Ini Keuntungannya
Ratusan Kerbau di Sumsel Mati Akibat Terinfeksi Virus Ngorok