polhukam

Polda NTT Ungkap Jaringan TPPO, Tiga Tersangka Penyalur Pekerja Ilegal ke Batam Ditangkap

Jumat, 21 Februari 2025 | 12:16 WIB
Ilustrasi. Polda NTT menggagalkan kasus TPPO yang melibatkan tiga tersangka penyalur tenaga kerja ilegal ke Batam.(Foto: Pexels)

ESENSI.TV, POLHUKAM - Kasus perdagangan orang kembali terungkap di Nusa Tenggara Timur (NTT), kali ini dengan modus penyaluran tenaga kerja ilegal ke Batam. 

Polda NTT berhasil membongkar jaringan ini dan menangkap tiga tersangka yang diduga terlibat dalam eksploitasi seorang perempuan muda sebagai pekerja rumah tangga tanpa upah. 

Keberhasilan ini menjadi peringatan bagi masyarakat agar lebih berhati-hati terhadap tawaran pekerjaan yang tidak melalui jalur resmi.

Kasus ini bermula ketika seorang perempuan berusia 19 tahun berinisial INWL, yang berasal dari Desa Kotabes, Kecamatan Amarasi, Kabupaten Kupang, mencoba mencari pekerjaan melalui media sosial Facebook pada November 2024. 

Baca Juga: DTSEN Diluncurkan: Era Baru Transparansi dan Efisiensi dalam Penyaluran Bantuan Sosial

Ia tertarik dengan tawaran pekerjaan sebagai pekerja rumah tangga di Batam dengan iming-iming gaji berkisar Rp2,6 juta hingga Rp2,8 juta per bulan. 

Tawaran tersebut datang dari seorang pria berinisial OAN, yang kemudian mengatur keberangkatannya ke Batam.

Pada 21 November 2024, korban bertemu dengan OAN di Kota Kupang untuk menjalani wawancara daring dengan tersangka JY, yang berlokasi di Batam. 

Setelah dianggap memenuhi syarat, korban diinapkan di rumah OAN sebelum diterbangkan ke Batam keesokan harinya dengan tiket pesawat yang telah disiapkan oleh tersangka.

Baca Juga: Keputusan Mengejutkan: AS Enggan Dukung Resolusi PBB soal Invasi Rusia ke Ukraina

Setibanya di Batam, korban dijemput oleh JY dan DW, yang langsung menempatkannya sebagai pekerja rumah tangga. 

Namun, alih-alih mendapatkan gaji sesuai kesepakatan, korban justru mengalami eksploitasi, termasuk penyitaan ponselnya dan perlakuan kasar dari JY.

Setelah beberapa bulan tanpa menerima upah dan mengalami tekanan mental, korban akhirnya berhasil menghubungi keluarganya pada 5 Februari 2025. 

Keluarga yang khawatir kemudian melaporkan kasus ini ke pihak berwenang, yang langsung bergerak cepat. 

Halaman:

Tags

Terkini