Sejak awal 2024, RSF disebut melakukan serangkaian tindakan yang melemahkan layanan kesehatan di al Fashir yang sudah berada di bawah pengepungan.
Insiden yang dilaporkan termasuk penjarahan obat, pemblokiran logistik, penembakan di dalam rumah sakit, dan serangan drone serta artileri yang membuat banyak fasilitas medis tutup.
Baca Juga: Petualangan Bahari di Taka Bonerate, Atol Terbesar Ketiga di Dunia
Beberapa rumah sakit besar sudah hancur sebelum serangan Oktober. Rumah Sakit Anak Babiker Nahar tutup setelah serangan udara yang merobohkan ruang ICU dan menewaskan dua anak serta seorang pengasuh.
Bulan berikutnya, artileri RSF menghantam ruang operasi di rumah sakit lain ketika seorang ahli bedah sedang melakukan prosedur.
Sehari setelahnya, RSF disebut menyerbu bangunan tersebut dan memukuli staf sehingga fasilitas itu juga berhenti beroperasi.
Situasi semakin tidak terkendali. Dokter melakukan operasi darurat di ruang perlindungan, rumah warga atau bangunan kosong.
Ambulans yang tersisa hancur sehingga warga harus membawa korban dengan gerobak atau hewan, namun drone sering mengikuti mereka dan menyerang lokasi tujuan.
Kekerasan Meluas hingga Kamp Pengungsian
Serangan terhadap fasilitas kesehatan tidak hanya terjadi di pusat kota. Di kamp pengungsian Zamzam, tenaga medis Relief International menjadi sasaran pada April.
Baca Juga: Bukan Obat atau Diet, Kebiasaan Tidur Sederhana Ini Ternyata Ampuh Turunkan Hipertensi
Seorang perawat menceritakan bagaimana RSF memaksa lima rekan laki-lakinya berbaring di tanah sebelum menembak mereka satu per satu.
Seorang dokter yang bersembunyi di parit turut tewas setelah mencoba keluar ketika mendengar tembakan.
Total sembilan staf medis terbunuh dalam insiden itu. Klinik tersebut dijarah, termasuk obat dan makanan khusus untuk anak-anak malnutrisi.
Kisah ini diperkuat oleh kesaksian keluarga korban yang menyaksikan kondisi jasad mereka yang penuh luka tembak.