Juru bicara PBB, Stephane Dujarric, menegaskan bahwa pihaknya menolak segala bentuk relokasi paksa terhadap warga sipil Gaza.
Baca Juga: Rem Cakram Kurang Pakem? Ini Cara Mengatasinya agar Motor Kembali Aman dan Responsif
Selain itu, beberapa analis menilai bahwa gagasan membangun kota kemanusiaan ini mungkin lebih bersifat politis.
Langkah ini diduga sebagai upaya menekan Hamas dalam perundingan gencatan senjata yang tengah berlangsung, sekaligus untuk menyenangkan kelompok sayap kanan di kabinet Netanyahu yang menentang perundingan damai.
Menteri Zeev Elkin yang duduk di kabinet keamanan menegaskan bahwa tujuan utama zona baru tersebut adalah untuk memutus hubungan Hamas dengan warga sipil.
Ia mengatakan, selama Hamas masih mengontrol sumber daya seperti makanan, air, dan dana, mereka akan terus bisa merekrut pejuang baru.
Namun, kekhawatiran masih muncul soal apakah relokasi ke zona ini benar-benar sukarela.
Baca Juga: PT SMF Buka Lowongan Staf Hukum Bisnis, Dibutuhkan Pengalaman di Sektor Keuangan
Dikutip dari media Israel, disebutkan bahwa warga yang memilih tinggal di sana tidak akan diberi kebebasan untuk meninggalkan tempat tersebut.
Hingga kini, belum ada komentar resmi dari Hamas terkait rencana ini, sementara pemerintah Israel pun belum mengumumkan kebijakan resmi yang mengikat.
Dengan begitu banyak ketidakjelasan, rencana "kota kemanusiaan" ini justru menimbulkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban, baik dari sisi kemanusiaan maupun politik.***(LL)
Artikel Terkait
Usai Perang dengan Iran, Israel Fokus Pulangkan Sandera dan Tekan Hamas di Gaza
Serangan Terbaru Israel Tewaskan 58 Warga Gaza, Perundingan Damai Masih Mandek
Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun Minta Pemerintah Bergerak Cepat Antisipasi Efek Konflik Israel dan Iran ke Ekonomi RI
Krisis Kemanusiaan Gaza Semakin Buruk, Pakar PBB Desak Boikot Global atas Israel
Rudal Israel Diklaim Salah Sasaran, Tewaskan Anak-Anak Gaza Saat Ambil Air