berita

Tuai Banyak Pro dan Kontra, DPR Usulkan Revisi Zonasi PPDB dan Tuntut Kesejahteraan Guru  

Kamis, 21 November 2024 | 12:00 WIB
Habib Syarief Muhammad, anggota Komisi X DPR RI (Instagram @habibsyarifmuhammad)

ESENSI.TV, NASIONAL - Sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) terus menjadi sorotan, memicu beragam tanggapan dari masyarakat hingga anggota legislatif. 

Diterapkan untuk meningkatkan akses pendidikan yang merata, sistem ini dinilai masih menyisakan banyak persoalan, mulai dari ketidaksiapan aparat pendidikan hingga meningkatnya potensi kecurangan.

Bahkan, sejumlah pihak menilai bahwa sistem zonasi lebih banyak mendatangkan kerugian daripada manfaat.  

Habib Syarief Muhammad, anggota Komisi X DPR RI, mengungkapkan bahwa sistem zonasi perlu dikaji ulang secara serius. 

Baca Juga: Kemenhub Siapkan Bus Gratis di Puncak untuk Kurangi Kemacetan Libur Nataru

Ia menyebut tiga opsi yang bisa dipertimbangkan pemerintah, yaitu mempertahankan sistem zonasi dengan perbaikan, menyempurnakan mekanismenya, atau menghapus sistem ini sepenuhnya.  

“Jika sistem ini tetap dipertahankan, tentu perbaikannya harus signifikan. Namun, jika dihapus, pemerintah harus segera memikirkan alternatif, misalnya kembali menggunakan ujian seleksi seperti Ujian Nasional (UN),” ungkapnya saat bertemu pemangku kepentingan pendidikan di Bandung, dikutip pada Kamis, 21 November 2024.

Habib menyoroti beberapa kelemahan utama zonasi, di antaranya ketidaksiapan pihak sekolah dan aparat pendidikan dalam menjalankan kebijakan ini. 

Baca Juga: Keuntungan Berlipat Ganda, Jakarta Jadi Sasaran Utama Jaringan Narkoba Internasional 

“Kecurangan dalam proses pendaftaran tidak bisa dihindari. Akibatnya, banyak anak berbakat terpaksa masuk sekolah yang kualitasnya rendah, sementara anak dari keluarga kurang mampu sering kali ditolak hanya karena lokasi tempat tinggal,” jelasnya.  

Tidak hanya sistem zonasi, kebijakan Kurikulum Merdeka juga menjadi perhatian. Menurut Habib, pemerintah perlu transparan dalam menjelaskan indikator keberhasilan kurikulum ini. 

“Mayoritas guru merasa terbebani. Dari seratus guru, mungkin hanya lima yang mendukung kebijakan ini. Sisanya merasa keberatan karena rendahnya pendapatan, tingginya beban administrasi, dan sejumlah persoalan lainnya,” tegas legislator dari Fraksi PKB itu.  

Baca Juga: Polda Metro Jaya Ungkap 389 Kg Sabu Jaringan Afghanistan senilai Rp583,5 miliar, Tersangka Ditangkap Dekat Kampung Ambon 

Masalah kesejahteraan guru juga menjadi sorotan. Habib menekankan pentingnya kesetaraan dalam kenaikan gaji guru.

Halaman:

Tags

Terkini