ESENSI.TV, PALEMBANG - Kasus korupsi terkait pengelolaan tambang batu bara di Sumatera Selatan memasuki babak baru dengan dimulainya sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Klas IA Palembang pada Senin, 11 November 2024.
Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Lahat, Toto Roedianto, langsung turun memimpin tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan ini, yang menghadirkan enam terdakwa dari perusahaan PT Andalas Bara Sejahtera (ABS) serta mantan pejabat di Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kabupaten Lahat.
Sidang perdana ini mengungkap dugaan korupsi yang dilakukan PT ABS terkait izin pertambangan batu bara dari tahun 2010 hingga 2014.
Baca Juga: Kasus Dugaan Korupsi Impor Gula Kemendag, Dua Pejabat Kemendag 2015-2016 Diperiksa
Menurut hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, kerugian negara yang diakibatkan mencapai sekitar Rp489 miliar. Korupsi tersebut diduga menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan dan menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan bagi negara.
Keenam terdakwa yang dihadirkan dalam persidangan adalah Endre Saifoel, Gusnadi, dan Budiman dari PT ABS, serta Misri, Saifullah Aprianto, dan Lepy Desmianti yang merupakan mantan pejabat di Distamben Lahat.
Para terdakwa dihadapkan pada dakwaan pelanggaran Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Dakwaan subsidiar melibatkan Pasal 3 jo. Pasal 18 dari undang-undang yang sama, dengan tuduhan bersekongkol dalam kejahatan korupsi tersebut.
Baca Juga: Kakorlantas Polri Investigasi Kecelakaan di Tol Cipularang, Begini Temuannya
Lebih lanjut, dakwaan JPU juga mengungkap adanya aliran dana mencurigakan senilai Rp1,3 miliar.
Berdasarkan penjelasan JPU, PT ABS menjual batu bara yang diambil dari lahan milik PT Bukit Asam Tbk (PTBA), dengan keuntungan yang dibagi sebesar 50 persen untuk PT ABS dan sisanya disalurkan ke beberapa pihak terkait.
Terdakwa Endre Saifoel, misalnya, meminta terdakwa Gusnadi untuk mengubah uang sebesar US$20 ribu ke dalam bentuk dolar AS untuk perjalanan ke Tiongkok.
Selain itu, Endre juga meminta tambahan US$100 ribu untuk kepentingan pribadinya.