ESENSI.TV, JAKARTA – Pemerintah Indonesia didesak untuk segera merevisi metodologi pengukuran kemiskinan yang kini digunakan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menghitung jumlah penduduk miskin.
“Angka kemiskinan selama menggunakan metode garis kemiskinan yang lama, tidak akan menjawab realita di lapangan,” ujar Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (26/07/2025).
Ia mengungkapkan bahwa masalah fundamental data kemiskinan berdampak pada pengambilan kebijakan pemerintah.
Baca Juga: Mantan Petinggi BPS: Pemerintah Gagal Turunkan Jumlah Penduduk Miskin
Sebagai contoh, katanya, klaim pemerintah terkait keberhasilan perlindungan sosial, program pertanian, MBG, dan hilirisasi tidak sepenuhnya tercermin dari data BPS.
“BPS kalau masih keluarkan angka kemiskinan tanpa revisi garis kemiskinan, sama saja datanya kurang valid,” jelasnya.
Kemiskinan Menurun?
Baca Juga: Turunkan Kolesterol Tanpa Obat! Ini Pentingnya Asupan Serat untuk Keseimbangan Tubuh
Sebagai negara berkembang, dengan bonus demografi, penurunan kemiskinan secara gradual juga bukan hal yang mengejutkan.
Idealnya, penduduk miskin akan terus turun seiring dengan peningkatan produktivitas ekonomi dan meningkatnya kemampuan negara menyediakan akses layanan publik, katanya lagi.
Namun masalahnya, lanjut Bima, penurunan yang hanya 0,1 persen poin menunjukkan bahwa kemampuan kita untuk terus menurunkan angka kemiskinan semakin berkurang.
Baca Juga: Bank Muamalat Buka Program Magang Mulia Teller untuk Lulusan SMA hingga D3, Cek Syaratnya
“Banyak masyarakat yang keluar dari garis kemiskinan, tapi dalam waktu bersamaan, jumlah orang yang jatuh miskin kembali atau menjadi miskin baru, juga tinggi. Akibatnya, penurunan bersih (net) sangat kecil, dan tidak mencerminkan kemajuan yang signifikan dalam memperbaiki kesejahteraan masyarakat,” ungkap Bima lagi.