Senin, 22 Desember 2025

Tiga Jurus Baru BP Taskin untuk Putus Rantai Kemiskinan

Photo Author
- Minggu, 13 Juli 2025 | 10:00 WIB
Budiman Sudjatmiko (kiri) Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin). (Foto: Instagram @bo_taskin)
Budiman Sudjatmiko (kiri) Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin). (Foto: Instagram @bo_taskin)

ESENSI.TV, JAKARTA – Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin) Budiman Sudjatmiko mengatakan, pemerintah tengah memacu strategi baru dalam upaya mempercepat penanggulangan kemiskinan ekstrem yang masih membelenggu jutaan warga Indonesia.

“Ada 3 strategi baru untuk memutus rantai kemiskinan,” ujar dia, di Jakarta, Sabtu (12/07/2025).

Yaitu sekolah rakyat berasrama, pembangunan Sentra Makan Pelajar Gizi (SMPG) di kantong kemiskinan, dan mendorong investasi berdampak sosial.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2025 mencatat, angka kemiskinan ekstrem di Indonesia masih menyentuh 2,7% atau sekitar 7,3 juta jiwa. 

Baca Juga: TransJakarta Harus Lebih Luas dan Efisien, Judistira Dorong Pemerintah Tindak Cepat Perluasan Jalur untuk Kurangi Kemacetan

Pemerintah menetapkan target besar yaitu menghapus kemiskinan ekstrem secara nasional pada akhir 2025. Karena itu, pendekatan yang lebih komprehensif kini dijalankan.

Sekolah Rakyat Berasrama

Ia menjelaskan, gagasan sekolah rakyat berasrama kembali dihidupkan sebagai upaya memutus rantai kemiskinan antargenerasi. 

Menurut dia, anak-anak dari keluarga miskin ekstrem diberikan akses pendidikan berasrama secara gratis tanpa proses seleksi akademis.

“Syaratnya cuma satu: mereka tergolong miskin ekstrem. Tes masuk tidak diperlukan. Fokus kita adalah menyelamatkan masa depan mereka dari lingkungan yang tidak mendukung tumbuh kembang,” jelas Budiman.

Baca Juga: Misbakhun Tekankan Peran Koperasi Merah Putih Sebagai Offtaker, Nelayan Tak Lagi Tergantung Tengkulak

Skema sekolah ini, lanjut, akan mengadopsi model multi-entry dan multi-exit. Artinya siswa boleh keluar sementara bila merasa jenuh, dan dapat kembali belajar kapan pun siap.

“Pendekatan ini kami anggap lebih ramah secara psikologis bagi anak-anak dengan trauma sosial atau tekanan ekonomi di rumah,” tutur dia.

Bangun 1.000 SMPG

Halaman:

Editor: Raja H. Napitupulu

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X