Senin, 22 Desember 2025

Tekan Angka Kemiskinan, Pemerintah Genjot Ekosistem Industri dan Program Sosial untuk Redam Dampak Ekonomi

Photo Author
- Jumat, 11 Juli 2025 | 21:00 WIB
Ilustrasi potret kemiskinan. (Foto: Pexels)
Ilustrasi potret kemiskinan. (Foto: Pexels)

ESENSI.TV, JAKARTA – Pemerintah secara konsisten menekan angka kemiskinan di Indonesia dengan menggenjot ekosistem industri dan program sosial untuk meredam dampak perekonomian.

Hal itu diungkapkan Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin) Budiman Sudjatmiko, di Jakarta, Jumat (11/07/2025).

“Pentingnya ekosistem industri dan program sosial tidak hanya menjadi bantalan sosial, tetapi juga menciptakan jalan keluar,” ujar dia. 

Baca Juga: Rahasia Gen Z Atur Waktu Belajar Sambil Aktif Organisasi, Fokus Tetap Terjaga dan Prestasi Makin Cemerlang

Ia mengakui, bahwa gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terus meningkat menjadi alarm keras bagi pemerintah. Ditambah lagi dengan situasi ekonomi global yang tidak menentu, Indonesia semakin menghadapi tantangan besar untuk menjaga stabilitas sosial dan menghindari peningkatan angka kemiskinan. 

Menurut dia, proses reskilling dan upskilling bagi korban PHK harus berjalan beriringan dengan penciptaan lini industri baru yang terintegrasi secara lintas sektor dan wilayah. Hal ini bertujuan membentuk ekosistem industri yang kuat dan berkelanjutan.

“Lini industri tidak bisa berdiri sendiri. Kita butuh ekosistem yang saling terhubung, dari hulu ke hilir,” jelasnya.

Baca Juga: Rekomendasi Wisata Desa Adat yang Penuh Ketenangan dan Nilai Tradisi, Bikin Pikiran Jauh Lebih Rileks

Tingkatkan Akselerasi Ekonomi

Ilustrasi potret kemiskinan. (Foto: Pexels)
Ia mengatakan, pemerintah mulai mengarahkan investasi pada sektor-sektor strategis. Seperti, teknologi pertanian, energi terbarukan, dan industri kreatif yang mampu menyerap tenaga kerja sekaligus meningkatkan nilai tambah produk lokal.

Salah satu inovasi yang digadang-gadang akan menjadi solusi multipihak adalah Program Makan Bergizi Gratis (MBG), katanya. 

“Program ini tidak hanya mengatasi masalah gizi di kalangan pelajar, tetapi juga menjadi katalis dalam membuka akses pasar bagi para petani dan pelaku UMKM,” sambungnya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), lanjut dia, lebih dari 30% petani Indonesia mengalami kesulitan dalam memasarkan hasil produksinya. Namun melalui MBG, pemerintah menyerap langsung bahan pangan dari petani, memperpendek rantai distribusi, dan memberikan harga yang adil.

“Masalah utama ekonomi rakyat bukan pada keterampilan atau etos kerja, tapi akses pasar. MBG menjawab persoalan itu,” tegasnya.***

Editor: Raja H. Napitupulu

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X