Baca Juga: Tips Buka Puasa di Mobil: Tetap Nyaman dan Khidmat Meski di Tengah Kemacetan
Kelima tersangka diduga bekerja sama dalam memuluskan pencairan kredit yang sebenarnya tidak layak diberikan.
Sejumlah praktik manipulatif dilakukan, termasuk rekayasa dokumen dan penyalahgunaan fasilitas kredit.
Modus Korupsi dalam Pemberian Kredit
Dalam konstruksi perkara yang diungkap KPK, skema korupsi ini bermula dari adanya benturan kepentingan antara pihak LPEI dan PT PE.
Diduga, para direktur di LPEI melakukan persekongkolan dengan manajemen PT PE untuk mempermudah pencairan fasilitas kredit.
Baca Juga: Waspada Acute Mountain Sickness, Penyakit Ketinggian yang Mengancam Keselamatan Pendaki Gunung
Tidak hanya itu, pihak LPEI juga tidak melakukan kontrol terhadap penggunaan dana kredit yang telah disalurkan. Bahkan, ketika PT PE sudah tidak memenuhi kriteria kelayakan, pihak LPEI tetap memerintahkan pencairan dana.
Sementara itu, pihak PT PE diduga melakukan berbagai manipulasi dokumen, seperti pemalsuan purchase order dan invoice untuk memenuhi syarat pencairan kredit.
Selain itu, laporan keuangan PT PE juga diduga mengalami window dressing, yakni rekayasa laporan keuangan agar terlihat lebih baik daripada kondisi sebenarnya.
Dana kredit yang diperoleh pun tidak digunakan sesuai dengan tujuan awal sebagaimana tertuang dalam perjanjian kredit.
Baca Juga: Kemensos dan BNPB Bergerak Cepat Bantu Pengungsi Banjir Bekasi, Pastikan Kebutuhan Dasar Terpenuhi
Total Kerugian Negara Berpotensi Lebih Besar
Kasus ini tidak hanya melibatkan satu perusahaan debitur saja. Dalam penyelidikan lebih lanjut, KPK menemukan bahwa skema serupa terjadi pada 11 debitur lainnya yang menerima fasilitas kredit dari LPEI.
Jika ditotal, kerugian negara akibat penyimpangan ini diperkirakan bisa mencapai Rp11,7 triliun.