Senin, 22 Desember 2025

Krisis Air Akibat Peralihan Pengelolaan Perusahaan. Masa sih?

Photo Author
- Selasa, 27 Juni 2023 | 14:46 WIB
Krisis Air Bersih di Koja, Jakarta Utara/image/ist
Krisis Air Bersih di Koja, Jakarta Utara/image/ist

Politisi Muda Partai Golkar yang juga Fungsionaris Golkar DKI Jakarta, Gita Nasution menyayangkan krisis air yang terjadi di Jakarta Utara. Apalagi hal itu akibat adanya peralihan pengelolaan perusahaan dari perusahaan swasta ke Badan Usaha Milik Daerah/BUMD, melalui Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).

“Hal itu membuat ketersediaan dan pengelolaan manajemen PDAM sendiri mengalami kendala. Akibatnya banyak warga yang merasa dirugikan,” ujar dia dalam keterangan tertulisnya, Selasa (27/06/2023).

Ia menjelaskan, air merupakan sumber kehidupan dan juga menjadi hajat hidup orang banyak sebagaimana diatur dalam Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945. Bahwa bumi, air dan kekayaan alam digunakan untuk kesejahteraan rakyat.

“Namun ini sangat jauh berbeda dengan kenyataan yang dialami oleh warga Kelurahan Rawa Badak Utara," kata dia.

Menurut dia, dengan alasan apapun krisis air ini merupakan masalah krusial. Apalagi sampai didatangkan beberapa mobil tangki air untuk memenuhi kebutuhan air warga yang hanya menjadi solusi sesaat saja.

Pemerintah Harus Langsung Turun Tangan


Gita mendorong agar pemerintah turun tangan menangani kondisi tersebut agar krisis air segera teratasi. Khususnya memperhatikan masalah yang menyangkut birokrasi dan manajemen dari BUMD.

"Ini gak bisa dibiarkan, warga sudah banyak mengeluh dan mau sampai kapan. Pemerintah daerah seharusnya bisa menjadi media penghubung dalam memecahkan masalah krisis air ini," tutup Gita.

Krisis Air di Jakarta Utara


Sebelumnya, terjadi krisis air yang melanda warga Jakarta Utara Kecamatan Koja Kelurahan Rawa Badak Utara tepatnya di RW 03 semakin panjang.

Terhitung lebih dari 1 tahun, warga setempat merasa dirugikan dan resah dengan ketersediaan air.

Fakta yang terjadi adalah, air di wilayah Rawa Badak Utara sangat sulit didapat. Warga harus menunggu semalaman hingga begadang untuk mendapatkan air.

“Air disedot tidak tentu keluarnya jam berapa. Bahkan dalam waktu tertentu bisa tidak keluar sama sekali. Jika air tidak keluar maka warga mau tidak mau berbondong-bondong membeli air bersih,” terang Gita.

Pengeluaran Naik Setiap Bulannya


Dengan seringnya membeli air bersih dipastikan menambah pengeluaran, padahal tiap bulan masyarakat juga membayar penggunaan air.

Kejadian ini tidak hanya ada di satu titik, tapi ada di beberapa titik.

Seringkali terjadi perbedaan saat proses penyedotan air. Sebagai contoh, ketika satu warga mendapatkan air dengan debit air yang kencang sementara.

Namun disisi lain, tetangganya tidak mendapatkan air sama sekali. Padahal penyedotan dilakukan pada saat yang bersamaan, sehingga tidak terjadi pemerataan dalam mendapatkan air.

Editor: Firda Nursyafira/Raja H. Napitupulu

Editor: Administrator Esensi

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

Banjir dan Hasrat Pembangunan

Kamis, 18 Desember 2025 | 11:03 WIB

Simalakama AI untuk Media Massa

Minggu, 28 September 2025 | 13:00 WIB

Listrik Desa untuk Kesejahteraan Masyarakat

Rabu, 3 September 2025 | 20:14 WIB

Semua Ada Akhirnya

Rabu, 9 Oktober 2024 | 08:24 WIB

Mpox dan Empat Generasi Vaksin

Selasa, 27 Agustus 2024 | 16:56 WIB

Dampak Negatif Pilpres 2024 terhadap Masyarakat

Selasa, 23 Juli 2024 | 16:37 WIB

WNA Korea yang Kerja di Indonesia Rasis!?

Sabtu, 15 Juni 2024 | 14:00 WIB

Nobel Caltech. 1 Kampus Meraih 47 Nobel

Selasa, 11 Juni 2024 | 14:30 WIB

Belajar Dari Soeharto dan Nadiem Makarim

Rabu, 29 Mei 2024 | 15:05 WIB
X