Makanan tradisional bukan hanya soal rasa, tetapi juga identitas dan rasa memiliki.
Menghindarinya bisa membuat seseorang merasa terasing, sedangkan menikmatinya dapat memperkuat ikatan budaya dan kesehatan mental.
Bedanya Makan Karena Nikmat dan Makan Karena Emosi
Banyak orang mengira makan untuk kesenangan sama dengan “emotional eating.” Padahal keduanya berbeda.
Emotional eating: makan sebagai pelarian dari stres, marah, atau sedih. Biasanya dilakukan tanpa kesadaran penuh dan sering berakhir dengan rasa bersalah.
Makan dengan nikmat (eating for pleasure): memilih makanan untuk benar-benar menikmati rasa, tekstur, dan pengalaman, misalnya makan es krim di hari panas atau buah segar langsung dari pohon.
Perbedaan utama terletak pada koneksi dengan makanan. Saat makan dengan nikmat, kita hadir penuh, menikmati prosesnya, dan jarang merasa menyesal setelahnya.
Baca Juga: Misbakhun Minta BI dan OJK Fokus Dukung Pertumbuhan Ekonomi Lewat Kebijakan Makroprudensial
Menyatukan Kenikmatan dan Nutrisi
Makanan terbaik bukan hanya yang sehat, tetapi juga yang bisa kita nikmati. Jika ingin menghadirkan lebih banyak “Vitamin P” di meja makan, mulailah dari hal kecil, seperti:
- Hangatkan kembali makanan agar lebih lezat.
- Tambahkan bahan favorit seperti keju atau rempah agar rasa makin nikmat.
- Sajikan makanan dengan cara yang lebih menggugah selera.
Dengan begitu, setiap hidangan tidak hanya memberi energi, tetapi juga menghadirkan rasa puas dan bahagia.
Makanan adalah perpaduan sempurna antara gizi dan kenikmatan. Ia tidak hanya menyehatkan tubuh, tetapi juga menguatkan emosi, mempererat hubungan sosial, dan menjaga identitas budaya.