Lebih dari 100 Organisasi Dunia Desak Aksi Nyata Atasi Kelaparan Mengerikan di Gaza

ESENSI.TV GAZA - Krisis kemanusiaan di Gaza mencapai titik paling mengkhawatirkan. 

Ratusan ribu warga sipil kini hidup di ambang kelaparan ekstrem, sementara bantuan yang sangat dibutuhkan tertahan di perbatasan. 

Dalam situasi genting ini, lebih dari 100 organisasi bantuan dan hak asasi manusia dari berbagai negara menyerukan tindakan cepat dan tegas dari para pemimpin dunia. 

Seruan tersebut ditujukan untuk menghentikan penderitaan warga Gaza, membuka akses penuh bagi bantuan kemanusiaan, dan menuntut gencatan senjata permanen.

Baca Juga: Sepak Bola Berduka, Legenda Liverpool dan Wales, Joey Jones, Tutup Usia di 70 Tahun

Sebanyak 111 organisasi, termasuk Mercy Corps, Norwegian Refugee Council, dan Refugees International, mengeluarkan pernyataan bersama pada Rabu 23 Juli 2025.

Mereka memperingatkan bahwa kelaparan massal kini meluas dengan cepat di seluruh wilayah Gaza. 

Ironisnya, ribuan ton bantuan berupa makanan, air bersih, obat-obatan, dan perlengkapan darurat masih tertahan di luar wilayah tersebut karena diblokir oleh pembatasan ketat dari pemerintah Israel.

"Para pekerja kemanusiaan kini harus ikut antre demi mendapatkan makanan, mempertaruhkan nyawa mereka hanya untuk bisa menyelamatkan keluarga sendiri," demikian bunyi pernyataan bersama itu. 

Baca Juga: Tren Bisnis Anak Muda, Berikut Peluang Usaha Kreatif yang Diminati Gen Z Saat Ini

Mereka menyatakan bahwa stok bantuan benar-benar sudah habis, dan banyak rekan mereka di lapangan yang kini ikut menjadi korban dari situasi mencekam ini.

Menurut organisasi-organisasi tersebut, pembatasan yang diberlakukan pemerintah Israel, mulai dari hambatan administratif hingga pengepungan total, telah menciptakan kekacauan besar. 

Mereka menilai bahwa kondisi ini secara langsung menyebabkan kelaparan dan kematian yang meluas di Gaza. 

Karena itu, mereka mendesak agar semua hambatan birokrasi segera dicabut, semua jalur penyeberangan darat dibuka, dan distribusi bantuan dikembalikan sepenuhnya di bawah koordinasi PBB, bukan militer.