ESENSI.TV, JAKARTA - Cermati beberapa hal berikut agar kamu tidak disamakan dengan artis Cherry Lai yang diduga terlibat skandal kekerasan terhadap karyawan Bandoville Studio.
Sebagaimana diketahui, media sosial diramaikan oleh laporan tentang sebuah studio game bernama Brandoville Studio yang mendapatkan tuduhan kekerasan verbal dan fisik terhadap karyawannya.
Kabar ini mencuat setelah berbagai laporan dari mantan karyawan studio game Cherry Lai. Akibatnya, nama Co-owner sekaligus istri CEO Brandoville Studio trending di platform media sosial X.
Baca Juga: Inovasi Penanganan Kekerasan, Polisi Gandeng Berbagai Pihak untuk Pemulihan Korban
Menurut berbagai cuitan dan laporan dari mantan karyawan tersebut, Brandoville Studio diduga terlibat dalam praktik kekerasan atau bullying, baik verbal maupun fisik. Selain itu, mereka mengklaim telah mendapatkan berbagai pelecehan verbal sebagai bentuk hukuman karena tidak mematuhi peraturan studio.
"Melecehkan tim secara verbal dalam grup chat, pengakuan pengakuan penganiayaan fisik, pelanggaran jam kerja," tutur mantan karyawan Brandoville, pada 9 September 2024.
Berkaca dari viralnya kekerasan verbal terhadap karyawan, berikut ini analisis seputar kekerasan verbal di ruang digital yang perlu dicermati.
Baca Juga: BNPT Perkuat Ketahanan WNI di Warsawa Polandia Melawan Ideologi Kekerasan
Bahaya Kekerasan Verbal
Anggapan tentang seseorang harus kuat mental di dunia maya adalah pandangan yang keliru dan berbahaya. Meski tak meninggalkan bekas fisik, namun kekerasan verbal memiliki dampak yang tak kalah serius dengan kekerasan fisik. Bahkan, dalam beberapa aspek, dampaknya bisa lebih parah dan bertahan lebih lama. Kekerasan verbal dapat menembus batas ruang dan waktu.
Korban bisa mendapat serangan kapan saja, bahkan di tempat yang seharusnya aman seperti rumah. Ini menciptakan perasaan terancam yang konstan, memicu stres kronis yang berdampak pada kesehatan fisik dan mental. Dari segi kesehatan mental, korban kekerasan verbal online berisiko mengalami depresi, kecemasan, dan dalam kasus ekstrem, keinginan bunuh diri.
Perlindungan Anonimitas
Kekerasan verbal online hadir dalam berbagai bentuk, mulai dari perundungan digital, pelecehan seksual online, hingga ujaran kebencian. Anonimitas menjadi salah satu faktor kunci yang mendorong tindakan kekerasan verbal di media sosial.
Baca Juga: OJK Ingatkan Masyarakat Waspadai Investasi Ilegal dan Tindakan Penipuan di Media Sosial
Dengan bersembunyi di balik layar, pelaku dapat bersembunyi di balik layar dan tidak terbebani konsekuensi langsung dari ucapannya. Hal ini menciptakan ilusi kekebalan yang mendorong perilaku agresif, dan Ini juga yang menyebabkan ekosistem game online dan media sosial sangat rentan dengan perundungan digital.
Artikel Terkait
Pemerintah Pastikan Kawal Kasus Kekerasan Seksual Anak Berkebutuhan Khusus
Wah Bahaya… Buku Panduan Kemdikbud Berisi Konten Kekerasan Seksual, Pedofilia, dan LGBT
Kemen PPPA: Perempuan-Anak Bijak Bermedsos Hindari Kekerasan Seksual
Kasus Kematian Afif Maulana: Dugaan Kekerasan dan Tuntutan Keadilan
Waduh… Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) di Indonesia Melonjak 400%
Paruh Pertama 2024, KemenPPPA Menerima 12.558 Laporan Kasus Kekerasan
Kominfo – TikTok – RRI Kolaborasi Lindungi Perempuan dan Anak dari Kekerasan di Ranah Daring
BNPT Perkuat Ketahanan WNI di Warsawa Polandia Melawan Ideologi Kekerasan
Inovasi Penanganan Kekerasan, Polisi Gandeng Berbagai Pihak untuk Pemulihan Korban