ESENSI.TV, SLEMAN - Guru Besar FISIPOL Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Dr. Agus Heruanto Hadna mengingatkan dan mendorong Presiden Prabowo Subianto untuk segera membenahi tata kelola pemerintahan.
Tujuannya agar proses pelaksanaan pemerintahan berlangsung sesuai dengan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Kami meyakini jiwa negarawanan Presiden Prabowo Subianto mampu mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan sesuai amanat konstitusi. Setidaknya, 1 tahun pasca beliau dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia, atau Oktober 2025," ujar Prof Hadna dalam diskusi, di Kampus UGM, Sleman, Jumat (11/04/2025).
Baca Juga: Lowongan Kerja PT Lambang Azas Mulia untuk Posisi Recruitment Staff, Cek Syaratnya!
Menurut dia, pembenahan tata kelola pemerintahan mutlak untuk segera diwujudkan mengingat beberapa indikator pembangunan yang memasuki tahap pelemahan bahkan menuju kerusakan.
Tentu saja, kata dia, hal itu tidak sesuai dengan amanat konstitusi yang dijalankan pemerintah.
Tata Kelola Pemerintah
Pertama, kata Prof Hadna, maraknya kasus korupsi yang terjadi baik yang dilakukan pihak swasta dan melibatkan aparat pemerintah, maupun yang langsung dilakukan oleh aparatur sipil negara (ASN).
"Angka korupsi yang terungkap pun tidak main-main. Misalnya kasus korupsi Pertamina yang kerugian negara diperkirakan mencapai angka fantastis sekitar Rp 968,5 triliun atau hampir 1 kuadriliun. Belum lagi dari kasus lain," ungkap Prof Hadna yang juga Kepala Program Studi Doktoral Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan UGM itu.
Baca Juga: Dukung Koperasi Desa Merah Putih, Kemensos Kerahkan Jutaan KPM untuk Tekan Kemiskinan
Kedua, transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran negara oleh pejabat negara.
Hal itu, katanya lagi, terlihat dari pernyataan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan yang menyatakan bahwa dari total penggunaan bantuan sosial (bansos) senilai Rp500 triliun, separuhnya tidak tepat sasaran.
"Artinya, transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran negara sangat tidak jelas. Bayangkan dana sebesar Rp250 triliun bisa tidak diketahui kemana larinya dan tidak tepat sasaran? Itu dana yang sangat besar, dan berasal dari pajak rakyat," tambah Prof Hadna lagi.
Akibat tingginya praktik korupsi dan rendahnya transparansi serta akuntabilitas penggunaan anggaran negara, tambah dia, memunculkan indikator ketiga yaitu rendahnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
Baca Juga: Viral Mobil Plat Dinas Diduga Sedang Pesan WTS, Begini Klarifikasi Pihak Kementerian Pertahanan