perspektif

Penganiayaan Senior Mengakibatkan Santri Ini Meninggal

Minggu, 11 Februari 2024 | 01:40 WIB
Foto Ilustrasi Mayat Korban

Dalam lingkungan sosial media, kehebohan tak terbendung menyusul berita tragis meninggalnya seorang santri bernama Bintang Balqis Maulana, yang diduga menjadi korban dari kekerasan sesamanya di Pondok Pesantren (Ponpes) PPTQ Al Hanifiyyah di Mojo, Kediri, Jawa Timur. Awalnya, pihak ponpes memberitahu keluarga bahwa Bintang meninggal karena kecelakaan di kamar mandi. Namun, ketika jenazahnya tiba di kampung halamannya di Banyuwangi, fakta lain mulai terkuak.

Jenazah Bintang, yang awalnya diselimuti kain kafan, mengejutkan keluarga saat ceceran darah mulai terlihat di keranda. Didorong oleh ketidakpercayaan dan keingintahuan, keluarga meminta kain kafan dibuka, dan apa yang mereka lihat memilukan hati mereka. Tubuh Bintang penuh dengan luka lebam, jejak jeratan di lehernya, hidung yang patah, serta tanda-tanda kekerasan lainnya, termasuk bekas luka dari sundukan rokok dan luka di dada.

Menurut Pakar Anak


Peristiwa mengerikan ini menjadi sorotan masyarakat, mengundang berbagai pertanyaan tentang keamanan dan perlindungan di institusi pendidikan. Pakar anak dari Universitas Muhammadiyah Surabaya, Holy Ichda Wahyuni, menyoroti pentingnya peran pesantren dalam pendidikan tradisional dan nilai-nilai agama. Namun, dia juga menggarisbawahi betapa pentingnya transformasi budaya di dalamnya.

Menurut Holy, pemerintah, terutama Kementerian Agama, perlu lebih teliti dalam memberikan perijinan dan mengawasi kegiatan pesantren. Lebih jauh lagi, perlu ada perubahan dalam orientasi dan tradisi perkenalan bagi santri baru. Acara-acara orientasi seharusnya lebih bersifat menyenangkan dan membangun hubungan yang positif, bukan praktik intimidasi dan kekerasan oleh sesama santri senior.

Holy juga menekankan pentingnya ruang aduan bagi santri dan peranan guru konseling. Pesantren juga harus memiliki respons cepat dan sensitif terhadap masalah-masalah yang muncul di dalamnya. Dia menegaskan bahwa tidak ada tempat bagi intimidasi atau kekerasan di bawah payung gurauan atau tradisi.

Perubahan budaya ini tidak hanya menjadi tanggung jawab pesantren dan pemerintah, tetapi juga orang tua. Sikap mendengarkan dan responsif terhadap keluhan anak menjadi kunci dalam melindungi mereka dari situasi yang merugikan. Menerima setiap cerita anak dengan bijak dan memberikan mereka kepercayaan adalah langkah awal untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan inklusif.

Kejadian tragis kematian Bintang Balqis Maulana menjadi cambuk bagi semua pihak untuk merefleksikan kembali nilai-nilai dan praktik-praktik di dalam pesantren. Harapan akan terciptanya lingkungan pendidikan yang aman, terbuka, dan mendukung semangat belajar serta tumbuh kembang setiap individu harus menjadi prioritas bersama.

 

Sumber: um-surabaya

Editor: Dimas Adi Putra

#beritaviral

#beritaterkini

Tags

Terkini

Banjir dan Hasrat Pembangunan

Kamis, 18 Desember 2025 | 11:03 WIB

Simalakama AI untuk Media Massa

Minggu, 28 September 2025 | 13:00 WIB

Listrik Desa untuk Kesejahteraan Masyarakat

Rabu, 3 September 2025 | 20:14 WIB

Semua Ada Akhirnya

Rabu, 9 Oktober 2024 | 08:24 WIB

Mpox dan Empat Generasi Vaksin

Selasa, 27 Agustus 2024 | 16:56 WIB

Dampak Negatif Pilpres 2024 terhadap Masyarakat

Selasa, 23 Juli 2024 | 16:37 WIB

WNA Korea yang Kerja di Indonesia Rasis!?

Sabtu, 15 Juni 2024 | 14:00 WIB

Nobel Caltech. 1 Kampus Meraih 47 Nobel

Selasa, 11 Juni 2024 | 14:30 WIB

Belajar Dari Soeharto dan Nadiem Makarim

Rabu, 29 Mei 2024 | 15:05 WIB