ESENSI.TV, BINTAN - Upaya penyelundupan benih bening lobster (BBL) yang kerap merugikan negara kembali berhasil digagalkan.
Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri, bekerja sama dengan Kantor Wilayah Khusus Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Kanwilsus DJBC) Kepulauan Riau, menghentikan pengiriman ilegal sebanyak 151.000 ekor benih lobster di perairan Pulau Numbing, Bintan.
Operasi ini menjadi langkah strategis dalam memutus jaringan penyelundupan lintas negara yang melibatkan Indonesia, Malaysia, dan Vietnam.
Brigjen Pol Nunung Syaifuddin, Direktur Dittipidter Bareskrim Polri, menjelaskan bahwa pengungkapan kasus ini dilakukan setelah mendapat informasi dari tim analis Satgas BBL.
Baca Juga: Hadiri Forum US-ASEAN Business Council, Presiden Prabowo Tegaskan Komitmen Kemitraan Ekonomi
"Dalam operasi ini, tim kami menyita barang bukti berupa 151.000 ekor benih lobster, dengan perkiraan kerugian negara mencapai Rp15,1 miliar.
Kami juga mengamankan sebuah kapal cepat bermesin 200 PK dan sebuah ponsel," jelas Brigjen Nunung pada Selasa, 3 November 2024.
Empat tersangka yang berada di kapal turut diamankan. Mereka memiliki peran berbeda, yaitu SL dan JN sebagai operator mesin, SY sebagai kapten kapal, dan DK yang bertindak sebagai koordinator rute.
Sayangnya, tiga dari empat tersangka mengalami cedera akibat benturan dan terkena baling-baling kapal saat upaya pengejaran berlangsung.
Mereka langsung dilarikan ke RSU Tanjung Pinang untuk mendapatkan perawatan medis.
Nunung juga mengungkapkan bahwa benih lobster tersebut sebelumnya dikemas di Jambi dan direncanakan untuk diselundupkan ke luar negeri melalui jalur laut menggunakan kapal cepat, yang sering disebut "kapal hantu."
"Kami akan terus mendalami kasus ini dengan fokus mengidentifikasi pemilik kapal, pengatur logistik, serta pemilik barang. Koordinasi dengan instansi terkait juga akan diperkuat untuk memastikan penegakan hukum berjalan maksimal," tegasnya.
Para tersangka akan dijerat dengan Pasal 88 juncto Pasal 16 ayat (1) dan/atau Pasal 92 juncto Pasal 26 ayat (1) UU No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, sebagaimana telah diubah melalui UU No 45 Tahun 2009 dan UU No 6 Tahun 2023.