Tidak semua anggota bisa menempati rumah dinas karena jumlahnya terbatas. Oleh karena itu, tunjangan rumah dijadikan solusi agar anggota dewan tetap bisa bekerja dengan baik tanpa terbebani masalah tempat tinggal.
Ia juga menekankan bahwa angka Rp50 juta tidak ditetapkan sembarangan, melainkan berdasarkan standar kebutuhan perumahan pejabat negara di Jakarta.
Dengan biaya sewa yang tinggi, besaran tunjangan dianggap sesuai dengan kondisi pasar properti di ibu kota.
Transparansi dan Pertanggungjawaban
Lebih lanjut, Misbakhun mengingatkan bahwa semua tunjangan yang diterima anggota DPR bersifat transparan dan sudah diatur dalam mekanisme anggaran negara.
Setiap pengeluaran tercatat jelas dalam APBN dan dapat dipertanggungjawabkan. “Tidak ada yang ditutup-tutupi, semua sesuai aturan pemerintah,” tegasnya.
Ia juga menilai bahwa perdebatan terkait tunjangan rumah ini perlu dilihat dalam konteks fungsi kerja DPR.
Menurutnya, tunjangan tersebut bukanlah fasilitas berlebihan, melainkan kebutuhan untuk menunjang kinerja anggota dewan yang sebagian besar menghabiskan waktu di Jakarta.
Baca Juga: Debut Sensasional! Bocah 16 Tahun Jadi Penentu Kemenangan Liverpool atas Newcastle
Dengan penjelasan ini, Misbakhun berharap masyarakat dapat memahami bahwa tunjangan rumah Rp50 juta per bulan adalah kebijakan resmi pemerintah, bukan keputusan sepihak DPR, dan sudah berlaku sejak Oktober 2024.***(LL)
Artikel Terkait
RAPBN 2026 Ekspansif, Misbakhun Sebut Peran Diplomasi dan Ekonomi Jadi Faktor Penentu
Misbakhun Desak Penataan Sektor Sumber Daya Alam untuk Perkuat PNBP dan RAPBN 2026
Dorong Kemandirian Fiskal, Misbakhun Soroti Urgensi PNBP sebagai Sumber Negara
Ketua Komisi XI Mukhamad Misbakhun Klarifikasi Polemik Tunjangan Rumah DPR Rp50 Juta
Misbakhun Jelaskan Tunjangan Rumah DPR Rp50 Juta Ditentukan Kementerian Keuangan, Bukan DPR