berita

Bahas Pro Kontra Khitan Perempuan, Menag Nasaruddin Tegaskan Jawaban Ini

Senin, 30 Desember 2024 | 09:00 WIB
Menag saat mengisi Seminar Nasional yang digelar oleh Yayasan Puan Alam Hayati. (Foto: kemenag.go.id)

ESENSI.TV, JAKARTA - Praktik khitan perempuan terus menjadi perdebatan hangat di Indonesia. 

Sebagian masyarakat masih memandangnya sebagai bagian dari tradisi yang harus dijalankan, sementara yang lain menganggapnya sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia dan kekerasan terhadap perempuan. 

Meski praktik ini sering kali didasarkan pada nilai budaya atau keagamaan, para ahli kesehatan dan pegiat hak perempuan mengingatkan bahwa dampaknya bisa merugikan, baik secara fisik maupun psikologis.

Dalam konteks agama, isu ini juga memunculkan berbagai pandangan. Ada yang beranggapan khitan perempuan dianjurkan, sementara lainnya menilai hal itu tidak memiliki dasar hukum yang kuat dalam ajaran Islam. 

Baca Juga: Kementerian Sosial Mantapkan Komitmen Antikorupsi dan Tata Kelola Bersih di 2025

Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar pun memberikan pandangannya yang menegaskan bahwa khitan perempuan tidak wajib dilakukan.

Saat berbicara di Seminar Nasional bertema "Memperkuat Otoritas Negara dalam Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak" di Jakarta, Menag Nasaruddin Umar menegaskan bahwa tidak ada satu pun hadis yang mewajibkan khitan bagi perempuan. 

“Dalam Islam, khitan untuk laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan. Laki-laki diwajibkan, sedangkan perempuan tidak. Bahkan, sebagian ulama hanya membolehkan saja, tidak menganjurkan,” jelasnya.

Menag juga menyoroti dampak negatif khitan perempuan dari sudut pandang kesehatan. 

Baca Juga: Beri Apresiasi, BAM DPR RI Puji IOF 2024 sebagai Wadah Aspirasi Publik

Ia menjelaskan bahwa secara medis, praktik ini tidak memberikan manfaat seperti pada laki-laki. 

Sebaliknya, khitan perempuan justru dapat mengurangi hasrat seksual secara biologis, yang dianggap sebagai pelanggaran hak perempuan untuk menikmati hubungan biologis secara utuh. 

“Praktik ini tidak manusiawi. Perempuan berhak mendapatkan kepuasan yang sama seperti laki-laki,” tegas Menag.

Menurut Menag, jika khitan perempuan masih terjadi di Indonesia, hal itu lebih disebabkan oleh faktor budaya, bukan agama. 

Halaman:

Tags

Terkini