“Saya banyak menerima aspirasi dari masyarakat dan tenaga kesehatan. Banyak dari mereka mengeluhkan perilaku WNA yang tidak mengikuti aturan dengan tertib, bahkan bersikap arogan kepada petugas medis,” ujar Tutik dalam pernyataan resminya, dikutip pada Rabu, 16 April 2025.
Ia menegaskan bahwa meskipun regulasi itu sah secara hukum, seharusnya tetap ada batas dan pengawasan ketat agar tidak menimbulkan ketimpangan.
Ia mencontohkan sebuah kasus di mana seorang WNA marah kepada dokter karena pengobatannya tidak ditanggung BPJS, padahal penyakit yang dideritanya tidak termasuk dalam layanan yang dijamin.
“Bayangkan, mereka bisa datang ke tempat-tempat yang berisiko, terkena penyakit, lalu minta ditanggung BPJS. Kalau tidak, mereka marah-marah. Ini tidak mencerminkan penghargaan terhadap sistem dan tenaga kesehatan kita,” tambahnya.
Baca Juga: Pesona Kawah Wurung Bondowoso, Padang Savana Hijau Eksotis yang Jarang Diketahui Wisatawan
Tutik juga menekankan pentingnya keberpihakan pemerintah terhadap rakyat sendiri.
Menurutnya, jika masyarakat Indonesia masih banyak yang belum mendapatkan akses BPJS secara layak, maka negara seharusnya memprioritaskan mereka terlebih dahulu ketimbang membuka terlalu lebar akses bagi pihak asing.
“Peraturan itu bagus, tapi harus ada batasnya. Jangan sampai kita jadi terlalu longgar dan malah menyusahkan rakyat sendiri. Harusnya pemerintah hadir untuk membela kepentingan masyarakat lokal,” pungkas legislator Dapil Bali ini.
Baca Juga: Dipicu Hal Sepele, Anggota DPRD Sumut Cekcok dan Cekik Pramugari di Dalam Pesawat
Melihat dinamika yang berkembang, wacana evaluasi terhadap regulasi keikutsertaan WNA dalam program jaminan sosial nasional patut dipertimbangkan ulang.***(LL)