ESENSI.TV, ACEH - Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Nasional kembali menyoroti kebijakan pemerintah terkait pengelolaan ruang dan izin usaha di Aceh setelah bencana banjir bandang serta tanah longsor yang melanda sejumlah wilayah di provinsi tersebut.
JATAM menilai bencana ini tidak semata akibat cuaca ekstrem, tetapi berkaitan dengan pengelolaan hutan dan aktivitas ekstraktif di kawasan hulu sungai.
Dalam rilis terbarunya, JATAM mempublikasikan peta yang menampilkan sebaran izin tambang, HTI, dan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang diduga memiliki kontribusi pada rusaknya ekosistem Aceh.
Bencana dan Peta Konsesi di Hulu DAS
Data JATAM menunjukkan lebih dari 30 izin tambang mineral dan batubara dengan luas mencapai 132.000 hektare tersebar di kawasan hulu DAS Aceh.
Area inilah yang menurut mereka menjadi titik paling krusial, karena kerusakan tutupan hutan di bagian hulu sangat memengaruhi risiko banjir bandang di wilayah hilir.
Sejumlah daerah yang terdampak banjir paling parah—antara lain Pidie Jaya, Aceh Tengah, Aceh Utara, Lhokseumawe, Aceh Tenggara, Aceh Selatan, Aceh Tamiang, Gayo Lues, hingga Aceh Singkil—berada di bawah pengaruh konsesi perusahaan yang diidentifikasi dalam peta tersebut.
Baca Juga: Pola Makan Generasi Z, Cara Cerdas Menikmati Junk Food Tanpa Mengorbankan Kesehatan
Perusahaan yang Disorot dan Keterkaitan Politik
Beberapa perusahaan dengan konsesi besar mendapat perhatian khusus. Misalnya:
PT Linge Mineral Resources, tambang emas dengan area kerja sekitar 36.000 ha.
PT Tusam Hutani Lestari (THL), pemegang konsesi ±97.000 ha di berbagai kabupaten.
PT Aceh Nusa Indrapuri (106.000 ha), serta beberapa perusahaan lain di kisaran 6.000 ha per konsesi.
JATAM menegaskan bahwa PT THL memiliki hubungan dengan Presiden Prabowo Subianto, merujuk riset mereka pada masa Pilpres 2024.
Baca Juga: Mobil Lecet? Simak Estimasi Biaya Perbaikan Baret dan Tips Agar Tetap Mulus