ESENSI.TV, JAKARTA - Direktur Imparsial The Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial) Gufron Mabruri meminta parlemen untuk menghentikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI-Polri tahun 2024. Pembahasan tersebut akan memundurkan agenda reformasi 1998.
“Kami memandang, pengajuan Surpres RUU TNI dan RUU Polri menunjukan bahwa pemerintah dan DPR mengabaikan kritik dan masukan dari masyarakat sipil untuk tidak melanjutkan pembahasan kedua RUU tersebut,” ujar dia dalam keterangan tertulisnya, Kamis (11/07/2024).
Ia mengatakan, langkah tersebut dinilai sebagai bentuk pemaksaan yang berpotensi berdampak terhadap diabaikannya partisipasi publik mengingat masa bakti DPR Periode 2019-2024 tidak lama lagi akan berakhir.
Baca Juga: Jokowi Minta TNI-Polri Siaga Hadapi Tantangan yang Dihadapi Indonesia
Ditambah lagi, substansi usulan perubahan dalam kedua RUU tersebut memiliki sejumlah persoalan yang serius yang dikhawatirkan akan memundurkan agenda reformasi TNI dan Polri.
Penting dicatat, kata dia, pembahasan RUU TNI dan RUU Polri berkaitan dengan kepentingan masyarakat secara luas. Karena itu, menjadi penting bagi DPR RI untuk benar-benar mempertimbangkan kritik, saran dan masukan dari masyarakat sipil mengingat mereka yang akan terdampak langsung oleh penerapan kedua UU tersebut.
“Kami juga sangat khawatir di tengah waktu yang singkat tersebut, pembahasan RUU TNI dan RUU Polri cenderung transaksional sehingga mengabaikan partisipasi dari kalangan masyarakat sipil,” ungkap dia.
Surat Presiden
Koordinator HAM Imparsial, Annisa Yudha menjelaskan, Senin (08/07/2024), DPR RI memberikan pernyataan bahwa sudah menerima empat (4) Surat Presiden (Surpres), dimana dua diantaranya adalah Surpres tentang RUU TNI dan RUU Polri.
Baca Juga: Sikap 'Mencla Mencle' Menkominfo Dinilai Hina Presiden Jokowi
Meskipun Daftar Inventaris Masalah atau DIM belum diterima dari pihak pemerintah, pimpinan DPR memastikan RUU TNI dan RUU Polri akan dibahas pada sisa masa jabatan sebelum Oktober 2024 nanti, tepatnya pada masa sidang selanjutnya yakni di bulan Agustus 2024.
“Kami menilai, sedari awal rencana revisi UU Polri dan UU TNI telah mengabaikan asas keterbukaan yang diharuskan oleh undang-undang. Tidak ada keterbukaan kepada masyarakat sebagai pihak yang terdampak dari kedua RUU tersebut, dan baru diketahui setelah DPR mengesahkan kedua RUU tersebut sebagai usul inisiatif DPR RI,” terang Annisa.
Partisipasi Publik
Sementara itu, Wakil Direktur Imparsial Ardi Manto mengatakan, pelibatan partisipasi publik merupakan aspek penting dalam pembentukan peraturan perundangan-undangan.
Baca Juga: Melkiades: DPR Telah Libatkan Partisipasi Publik dalam Penyusunan RUU Kesehatan
Artikel Terkait
Brimob dan TNI AL Bentrok di Pelabuhan Sorong, Ini Penyebabnya
Bentrok TNI AL dan Brimob di Sorong Berakhir, Ini Sanksi yang akan Diberikan
Dewan Pembina Golkar Dukung Sikap Tegas TNI di Papua
Tentara Pembebasan Papua Barat – TNI/Polri Terlibat Baku Tembak
Menhan Prabowo Subianto akan Kirim Pasukan Perdamaian ke Gaza, Ini Respons TNI