ESENSI.TV, NASIONAL - Baru-baru ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) merespons dengan cepat laporan terkait kebocoran data sensitif yang diduga melibatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dari Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan.
Masalah ini menarik perhatian publik karena data yang bocor tersebut diduga mencakup informasi penting dari beberapa pejabat negara, termasuk Presiden Joko Widodo, para menteri, serta sejumlah pejabat tinggi lainnya.
Menyikapi hal tersebut, Kominfo menyatakan telah meminta klarifikasi dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan untuk memahami lebih lanjut permasalahan ini.
Baca Juga: Sandiaga Uno Dorong Pengurangan Pajak untuk Turunkan Harga Tiket Pesawat Domestik di Oktober 2024
Prabu Revolusi, selaku Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kominfo, menegaskan bahwa pihaknya telah menjalin komunikasi dengan sejumlah pihak terkait guna menginvestigasi dugaan kebocoran data ini.
"Saat ini, Kominfo sedang menindaklanjuti permasalahan ini dan terus berkoordinasi secara intensif dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), DJP Kementerian Keuangan, serta pihak Kepolisian," ujar Prabu, dikutip dari laman pmjnews pada Senin, 32 September 2024.
Selain berfokus pada investigasi, Prabu juga menekankan pentingnya penegakan hukum yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
Baca Juga: Jokowi Puji Peran TNI-Polri dalam Pembebasan Pilot Susi Air melalui Negosiasi Panjang
Ia menjelaskan bahwa UU tersebut menetapkan sanksi pidana bagi siapa saja yang secara ilegal mengungkapkan atau memanfaatkan data pribadi yang bukan miliknya.
"Setiap orang yang secara melawan hukum menggunakan data pribadi orang lain dapat dikenakan hukuman penjara hingga empat tahun dan/atau denda sebesar Rp 4 miliar," jelasnya.
Jika pelanggaran ini dilakukan dengan intensi yang lebih serius, hukumannya akan lebih berat.
Baca Juga: KPK Usut Dugaan Korupsi Pengadaan X-ray di Kementan, Joice Triatman Diperiksa Sebagai Saksi
"Menggunakan data pribadi yang bukan miliknya dapat dikenakan pidana penjara hingga lima tahun dan/atau denda sebesar Rp 5 miliar," tambah Prabu.
Prabu juga menyampaikan bahwa proses penegakan hukum terhadap pelanggaran yang diatur dalam UU PDP akan ditangani oleh aparat penegak hukum sesuai ketentuan yang berlaku.