Pada Juni 2024, fenomena cuaca El Niño diperkirakan akan berakhir dan digantikan oleh La Niña, yang memiliki dampak signifikan bagi Indonesia. La Niña terjadi ketika suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur mendingin di bawah kondisi normal.
Sebaliknya, suhu permukaan laut di perairan Indonesia menghangat, menyebabkan peningkatan pertumbuhan awan dan curah hujan di wilayah tersebut.
BMKG memperkirakan La Niña akan mulai mempengaruhi Indonesia pada bulan Juli 2024. Fenomena ini akan meningkatkan curah hujan di banyak wilayah, termasuk Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, dan Papua bagian utara.
Meski curah hujan meningkat, beberapa daerah seperti Lampung, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara tetap berpotensi mengalami kekeringan. Hal dikarenakan kondisi iklim yang memiliki curah hujan rendah.
Dampak La Nina
Dampak La Niña yang paling signifikan adalah risiko bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor. Peningkatan curah hujan yang tidak diantisipasi dapat menyebabkan bencana di daerah-daerah yang rentan.
Oleh karena itu, BMKG menyarankan pemerintah untuk meningkatkan infrastruktur sumber daya air seperti sistem drainase, peresapan, dan tampungan air agar dapat mengurangi risiko banjir.
Selain itu, La Niña juga diperkirakan mempengaruhi musim kemarau di Indonesia. Musim kemarau diprediksi mundur, dengan puncak kemarau terjadi pada Juli dan Agustus 2024.
Wilayah yang mengalami musim kemarau mundur meliputi 40% dari zona musim di Indonesia. Hal ini menunjukkan perubahan signifikan dalam pola cuaca yang dapat mempengaruhi sektor pertanian dan ketahanan pangan.
Dengan perubahan dari El Niño ke La Niña, Indonesia perlu mempersiapkan diri menghadapi curah hujan yang lebih tinggi dan potensi bencana yang mungkin terjadi.
Langkah antisipatif yang diambil pemerintah dan masyarakat akan sangat penting untuk mengurangi dampak negatif fenomena cuaca ini.