ESENSI.TV, JAKARTA - Gelombang keluhan masyarakat terkait tagihan listrik yang melonjak tajam pada Maret 2025 mulai ramai disuarakan, terutama di media sosial.
Lonjakan ini terjadi setelah berakhirnya program diskon tarif listrik sebesar 50 persen bagi pelanggan dengan daya 2.200 VA ke bawah, yang berlangsung selama dua bulan, yakni Januari dan Februari 2025.
Banyak warga merasa kenaikan tersebut sangat membebani, terutama di tengah situasi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.
Banyak pelanggan mengaku terkejut melihat jumlah tagihan listrik yang jauh lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya.
Baca Juga: Arsenal Permalukan Real Madrid 3-0, Declan Rice Cetak Sejarah di Liga Champions
Padahal menurut mereka, pola penggunaan listrik di rumah tangga tidak berubah secara signifikan.
Sebagian bahkan menyatakan bahwa konsumsi listrik mereka cenderung stabil atau malah lebih hemat dibandingkan bulan sebelumnya.
Namun, hal itu tak tercermin dalam nominal tagihan yang harus dibayarkan.
Kondisi ini memicu keresahan, terlebih karena masih ada ketidaksesuaian informasi yang diterima masyarakat terkait durasi dan mekanisme diskon tarif listrik tersebut.
Baca Juga: Panduan Nyaman untuk Gen Z Introvert: 10 Tips Jitu Ikut Event Komunitas Tanpa Stres
Sebagian pelanggan merasa kebingungan karena tidak mendapatkan penjelasan yang memadai dari pihak PLN maupun pemerintah, mengenai perubahan tarif setelah masa diskon berakhir.
Menanggapi situasi tersebut, Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam, meminta PT PLN untuk lebih terbuka dalam menjelaskan dasar perhitungan tarif dan mekanisme subsidi.
Ia menyebut, melonjaknya tagihan listrik usai berakhirnya program diskon menunjukkan adanya persoalan yang perlu dikaji secara serius oleh PLN dan pemerintah.
"Kami menilai kenaikan tajam tagihan listrik ini memunculkan pertanyaan besar soal keterbukaan informasi dan perlindungan konsumen," ujar Mufti, dikutip pada Rabu, 9 April 2025.