nasional

Soroti Kenaikan Potongan Aplikasi Ojol, DPR Desak Dikembalikan ke 10 Persen

Kamis, 6 Maret 2025 | 10:10 WIB
Anggota Komisi V DPR RI Adian Napitupulu, saat mengikuti rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan PT. Gojek, PT. Grab dan PT. Maxim. (Foto: Oji/vel)

ESENSI.TV, JAKARTA - Sejak pertama kali hadir di Indonesia, layanan ojek online (ojol) menjadi solusi transportasi yang memudahkan masyarakat. 

Namun, di balik kemudahan yang ditawarkan, para pengemudi ojol semakin terbebani oleh kebijakan perusahaan aplikasi yang terus menaikkan potongan dari setiap transaksi. 

Awalnya, potongan biaya aplikasi hanya sekitar 10 persen, namun seiring waktu meningkat menjadi 15 persen, lalu 20 persen. 

Bahkan, dalam praktiknya, ada pengemudi yang mengaku dipotong lebih dari 20 persen.

Baca Juga: Liverpool Tumbangkan PSG di Paris, Harvey Elliott Jadi Pahlawan Penyelamat

Kondisi ini menuai kritik tajam dari berbagai pihak, termasuk dari anggota DPR RI. 

Mereka menilai bahwa potongan yang semakin besar ini semakin memperburuk kondisi kesejahteraan pengemudi ojol, yang harus menanggung sendiri biaya operasional kendaraan mereka, mulai dari bensin, oli, servis rutin, hingga perbaikan jika terjadi kerusakan.

DPR Desak Penurunan Potongan Aplikasi

Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar Komisi V DPR RI bersama perwakilan dari PT. Goto Gojek Tokopedia, PT. Grab Teknologi Indonesia, dan PT. Teknologi Perdana Indonesia (Maxim), isu potongan aplikasi menjadi salah satu sorotan utama. 

Anggota Komisi V DPR RI, Adian Napitupulu, mengkritik kebijakan ini dan mendesak agar potongan aplikasi dikembalikan ke 10 persen seperti sebelumnya.

Baca Juga: Ketegangan di Bardala: Pembangunan Jalur Baru Israel Ancam Mata Pencaharian Petani Palestina

"Sebelumnya, potongan untuk aplikator hanya 10 persen, lalu naik bertahap menjadi 15 persen, dan sekarang 20 persen. Bahkan, dalam praktiknya, ada yang lebih dari itu," ujar Adian dalam rapat yang berlangsung di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, dikutip pada Kamis, 6 Maret 2025.

Menurutnya, kebijakan ini sangat tidak adil bagi pengemudi ojol, sementara perusahaan aplikasi justru meraup keuntungan besar tanpa memperhatikan kesejahteraan mitranya. 

Ia menegaskan bahwa perusahaan tak peduli dengan kondisi pengemudi, baik saat mengalami masalah di jalan, kendaraan rusak, maupun saat berhadapan dengan hukum.

Halaman:

Tags

Terkini