Kepala Pusat Ekonomi Digital dan UMKM INDEF, Eisha Maghfiruha mengungkapkan, perlambatan ekonomi global dengan situasi politiknya mengurangi probabilitas masuknya investasi asing. Hal itu berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia mendatang.
Ia mengatakan, perubahan dalam dinamika ekonomi global, dipengaruhi eskalasi perang di Timur Tengah dan konflik Rusia-Ukraina.
“Eskalasi global tersebut tentunya mempunyai risiko ekonomi kepada dalam negeri Indonesia. Dimana situasi global yang tidak stabil mengurangi probabilitas masuknya investasi asing,” ujar dia, di Jakarta, Selasa (28/05/2024).
Menurut dia, ekonomi global saat ini sedang tidak baik-baik saja. Perlambatan ekonomi dan stagnasi global masih berlanjut pada 2024.
“Stagnasi global tersebut mencatat PDB global hanya akan tumbuh di 3,2% (YoY) global tahunan 2023 hingga 2025. Meski negara-negara ekonomi maju mengalami sedikit penguatan ekonomi (1,7%), tetapi di negara-negara berkembang terjadi sedikit perlambatan hanya tumbuh 4,2% di 2024,” tuturnya.
Prospek Makroekonomi
Ia menuturkan, prospek suku bunga yang tidak pasti dan menahan suku bunga global pada level tinggi. Akibatnya, mendorong capital outflow dan juga dirasakan oleh Indonesia, yaitu tekanan nilai tukar rupiah yang sampai Rp16.000/US$1.
Eisha melihat perekonomian domestik rupanya tumbuh 5,1% (YoY) pada Q-1 2024, Sebuah capaian tertinggi untuk triwulan pertama dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
Namun, katanya, pertumbuhan tersebut terutama didorong oleh Ramadhan dan konsumsi pemerintah, terutama belanja pemerintah untuk bantuan sosial dan pemilu.
Dengan demikian disayangkan, ekonomi domestik belum bisa terdorong oleh kegiatan sisi produksi yang maksimal.
Karena itu, lanjut dia, program baru pemerintah oleh elected president menjadi fokus yang penting adalah program makan siang gratis/makan bergizi. Dampaknya pada anggaran fiskal adalah peningkatan belanja yang meningkatkan pengeluaran pemerintah secara signifikan.
Perkiraan awal menunjukkan kebutuhan anggaran mencapai Rp460 triliun, setara 7,23% dari total belanja negara dalam APBN 2024 (Rp3.325,1 triliun).
“Beban utang pada 2023 mencapai 1,65% terhadap PDB, dengan total utang Rp347,6 triliun. Disisi lain, utang nasional Indonesia sudah mencapai Rp7.700 triliun per Maret 2024. Penambahan utang untuk program ini dikhawatirkan akan memperburuk situasi fiskal dan membebani stabilitas ekonomi,” tegas dia.
Selain itu, tambahnya, program makan siang gratis juga berdampak besar terhadap neraca perdagangan.
“Program ini dapat meningkatkan defisit perdagangan Indonesia karena biaya yang diperlukan akan meningkatkan impor dan mengurangi ekspor,” tutupnya.