Senin, 22 Desember 2025

BI Masih Pertahankan Suku Bunga Acuan di Level 5,57%

Photo Author
- Kamis, 22 Juni 2023 | 16:08 WIB
Gubernur dan Jajaran Deputi Gubernur BI dalam temu pers hasil RDG Juni di Gedung BI, Jakarta, Kamis (22/6/2023). Foto: BI
Gubernur dan Jajaran Deputi Gubernur BI dalam temu pers hasil RDG Juni di Gedung BI, Jakarta, Kamis (22/6/2023). Foto: BI

Bank Indonesia masih menahan kenaikan suku bunga acuan simpanan perbankan bulan ini, sehingga BI 7 Days Reserve Repo Rate tetap di level 5,57%.

Keputusan ini diambil melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia selama 21-22 Juni 2023.

Kebijakan yang sama juga diberlakukan untuk suku bunga Deposit Facility yang tetap di posisi 5% dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,5%.

"Keputusan mempertahankan BI7DRR sebesar 5,75% ini konsisten dengan stance kebijakan moneter untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam kisaran sasaran 3% plus minus 1% pada sisa tahun 2023," jelas Gubernur Bank Perry Warjiyo, dalam temu pers hasil RDG BI Juni, di Jakarta, Kamis (22/6/2023).

Dia mengatakan fokus kebijakan diarahkan pada penguatan stabilisasi nilai Rupiah untuk mengendalikan inflasi barang impor (imported inflation).

Bank sentral juga berupaya memitigasi dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global.

Kebijakan likuiditas dan makroprudensial longgar terus dilanjutkan untuk mendorong penyaluran kredit/pembiayaan.

Serta, tetap mempertahankan terjaganya stabilitas sistem keuangan.

Akselerasi digitalisasi sistem pembayaran terus didorong untuk perluasan ekonomi dan keuangan digital dan penguatan stabilitas sistem dan layanan pembayaran.

Bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran Bank Indonesia tersebut terus diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Perekonomian Global


Ketidakpastian perekonomian global kembali meningkat dengan kecenderungan risiko pertumbuhan yang melambat dan kebijakan suku bunga moneter di negara maju yang lebih tinggi.

Pertumbuhan ekonomi global diprakirakan sebesar 2,7% (yoy) dengan risiko perlambatan terutama di Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok.

Di AS, tekanan inflasi masih tinggi terutama karena keketatan pasar tenaga kerja.

Di tengah kondisi ekonomi yang cukup baik dan tekanan stabilitas sistem keuangan (SSK) yang mereda.

Sehingga mendorong kemungkinan kenaikan Federal Funds Rate (FFR) ke depan.

Kebijakan moneter juga masih ketat di Eropa, sedangkan di Jepang masih longgar.

Sementara itu, di Tiongkok pertumbuhan ekonomi juga tidak sekuat prakiraan di tengah inflasi yang rendah sehingga mendorong pelonggaran kebijakan moneter.

Pemulihan ekonomi di negara berkembang lain, seperti India, tetap kuat didorong oleh permintaan domestik dan ekspor jasa.*

Email: [email protected]
Editor: Erna Sari Ulina Girsang

#beritaterkini
#beritaviral

Editor: Erna Sari Ulina Girsang

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

UI: Berbahaya Jika Masyarakat Sipil Ragu Data BPS

Senin, 11 Agustus 2025 | 14:48 WIB

Potensi Ekonomi Garam Indonesia Capai Rp4,14 T

Kamis, 19 Desember 2024 | 17:30 WIB

Ekspor Juni 2024 Capai US$20,84 Miliar

Senin, 15 Juli 2024 | 20:23 WIB

Cadangan Devisa Juni 2024 Naik Rp19,7 Triliun

Jumat, 5 Juli 2024 | 14:48 WIB
X