Senin, 22 Desember 2025

Sri Mulyani Dianggap Tidak Kompeten Selidiki Pidana Asal Pencucian Uang, Pengamat: Ini 4 Alasannya

Photo Author
- Jumat, 7 April 2023 | 00:23 WIB
Menkeu Sri Mulyani menjelaskan kinerja APBN per April 2023 masih terjaga positif. Hal ini terlihat dari surplus APBN sebesar Rp234,7 triliun atau 1,12 persen dari PDB. foto: dok
Menkeu Sri Mulyani menjelaskan kinerja APBN per April 2023 masih terjaga positif. Hal ini terlihat dari surplus APBN sebesar Rp234,7 triliun atau 1,12 persen dari PDB. foto: dok

Sebagai penjaga fiskal dan stabilitas keuangan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dinilai mumpuni.

Namun, ternyata dia dianggap kurang kompeten dalam menyelidiki pidana asal praktik pencucian uang di Kementerian Keuangan.

Anthony Budiawan, Managing Director at Political Economy and Policy Studies (PEPS), mengatakan kompetensi Menkeu kurang dalam penyelidikan kasus pencucian uang.

Hal ini, jelasnya, terlihat dari responsnya terhadap laporan dari Menko Pohukam Mahfud MD dan Ketua PPATK Ivan Yustiavandana

Seperti dilansir dari laman media sosial Antony, dikutip Kamis (6/4/2023), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyerahkan laporan dugaan pencucian uang kepada Kementerian Keuangan sejak 2009-2023.

Total nilainya mencapai Rp349 triliun. Pejabat dan karyawan Kementerian Keuangan yang terlibat sebanyak 491 pegawai

Angka Rp300 triliun, diduga hasil pencucian uang, telah disampaikan Mahfud MD ke publik melalui akun medsosnya ataupun saat diwawancarai wartawan.

“Menyedihkan, tidak ada tindak lanjut (memadai). Menteri Keuangan Sri Mulyani menunjukkan tidak kompeten sebagai penyidik tindak pidana asal dugaan mega skandal pencucian uang yang menghebohkan ini,” jelas Anthony.

Tidak Kompeten Terlihat Dari Respons Menkeu


Alasan Anthony menyebutkan Menkeu tidak kompeten dalam menyelidiki praktik pencucian uang terlihat sejumlah pernyataan dan sikapnya. Berikut empat alasannya:

Pertama, Menkeu mengatakan dugaan pencucian uang yang melibatkan pegawai kementerian keuangan hanya Rp3,3 triliun, tanpa mengusut keterlibatan pengawai Kemenkeu dengan dugaan pencucian uang pihak yang bukan pegawai Kemenkeu.

Kedua, PPATK memasukkan transaksi keuangan berbagai pihak yang disebut proxy (perorangan maupun perusahaan) dan diduga terlibat pencucian uang tersebut.

Namun, jelasnya, Sri Mulyani mengeluarkan semua nama proxy tersebut. Setelah nama-nama proxy dikeluarkan, maka nilai transaksi atas nama pegawai Kemenkeu hanya Rp3,3 triliun.

“Tentu saja, apa yang dilakukan Sri Mulyani sangat naif. Pencucian uang selalu menggunakan ‘tangan’ orang lain untuk menyamarkan uang kotor agar seolah-olah bersih” ujarnya Anthony, menjelaskan alasan ketiga.

“Sehingga, nama-nama proxy tersebut tidak bisa dikeluarkan dan dianggap tidak terlibat dugaan pencucian uang,” sambungnya.

Alasanya keempat yang menunjukkan Menkeu tidak kompeten menyelidiki laporan pencucian uang di Kemenkeu adalah mengambil kesimpulan terlalu cepat.

Dia menilai Sri Mulyani terlalu dini kalau mengatakan dugaan pencucian uang di Kementerian Keuangan bukan korupsi. Respons yang relatif cepat ini dianggap Anthony naif.

“Pernyataan ini tidak tepat. Dugaan pencucian uang dan penumpukan harta kekayaan ilegal bisa, bahkan patut diduga, dari korupsi, baik korupsi penerimaan pajak atau korupsi penerimaan bea cukai,” tutup Anthony Budiawan.

Email: [email protected]
Editor: Erna Sari Ulina Girsang

Editor: Erna Sari Ulina Girsang

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

UI: Berbahaya Jika Masyarakat Sipil Ragu Data BPS

Senin, 11 Agustus 2025 | 14:48 WIB

Potensi Ekonomi Garam Indonesia Capai Rp4,14 T

Kamis, 19 Desember 2024 | 17:30 WIB

Ekspor Juni 2024 Capai US$20,84 Miliar

Senin, 15 Juli 2024 | 20:23 WIB

Cadangan Devisa Juni 2024 Naik Rp19,7 Triliun

Jumat, 5 Juli 2024 | 14:48 WIB
X