Senin, 22 Desember 2025

Waspada Resesi! Bos BUMN Timah Minta Perusahaan Lebih Efisien

Photo Author
- Selasa, 27 Desember 2022 | 22:40 WIB
timah
timah

Direktur Utama PT Timah Tbk (TINS) Achmad Ardianto mengajak para pemangku kepentingan di sektor timah, termasuk manajemen perusahaan untuk mengencangkan efisiensi mengingat tantangan yang akan dihadapi industri pertambangan timah di tahun 2023.

Dia mengatakan beberapa isu besar yang menjadi tantangan di tahun depan di antaranya kondisi makro ekonomi, seperti kenaikan suku bunga bank sentral Amerika (The Fed), Covid-19 yang masih melanda China sebagai konsumen utama timah, perang Rusia dan Ukraina yang masih berlanjut, dan isu resesi dunia hingga isu penghentian ekspor yang akan memengaruhi harga timah.

Untuk itu, kata dia, hal yang bisa dikendali ialah mengendalikan biaya produksi dengan melakukan efisiensi di seluruh proses bisnis perusahaan.

"Kondisi ekonomi global cenderung memasuki risiko dan beberapa negara berpotensi mengalami resesi. Ini tantangan yang tidak bisa kita kontrol yang bisa kita kontrol biaya untuk menghasilkan timah," kata Achmad dalam Town Hall Metting Akhir Tahun 2022 Kamis (22/12), dilansir situs Kementerian BUMN, Selasa (27/12).

Untuk itu, Dirut Timah Achmad mengajak insan Timah untuk sadar biaya dan bisa bertanggungjawab atas biaya yang dikeluarkan.

"Kita harus bisa menekan biaya, biaya kita masih boros ya kurang efisien. Bagaimana cara kita bisa meningkatkan efisiensi, misalnya pastikan setiap uang perusahaan yang dikeluarkan itu dilakukan dengan bertanggungjawab," katanya.

Timah adalah BUMN tambang timah yang masuk dalam holding BUMN pertambangan di bawah kendali MIND ID. Anggota lain yakni PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, PT Bukit Asam (Persero) Tbk, PT Freeport Indonesia, PT Inalum (Persero), dan Timah.

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati sudah mewanti-wanti soal kondisi ekonomi di tahun 2023. Sebab itu, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2023 akan menjadi instrumen yang diharapkan bisa menjawab tantangan akibat pandemi Covid-19 yang menjadi risiko global. Risiko global yang dimaksud yakni terjadinya lonjakan inflasi akibat kenaikan harga barang seperti pangan dan energi karena terjadinya disrupsi supply.

“Ini menyebabkan disrupsinya menjadi sangat eksesif sehingga terjadilah inflasi yang melonjak pada barang-barang atau permintaan mulai meningkat dengan proses pemulihan ekonomi,” ungkap Menkeu pada Rapat Kerja Komite IV Dewan Perwakilan Daerah, Kamis (25/8).

Pemerintah, kata Menkeu, terus mewaspadai lingkungan global ini yang bahkan IMF telah menurunkan proyeksi ekonomi dunia dengan kombinasi yang sangat tidak baik yaitu pertumbuhan ekonominya di revisi ke bawah dan inflasi direvisi ke atas.

Pada tahun 2023, proyeksi negara maju yaitu 6,6% dengan pertumbuhan ekonomi 1,4%, sedangkan pada negara berkembang proyeksi inflasi diperkirakan 9,5% dengan pertumbuhan ekonomi 3,9%.

“Inilah kondisi yang harus kita waspadai memasuki tahun 2023 di mana kita harus mendesain APBN 2023 dengan hati-hati. Meskipun Indonesia tadi telah saya sampaikan telah mencapai precovid level dengan pertumbuhan momentumnya masih menguat, bahkan kuartal kedua kemarin momentum recoverynya sangat impresif di 5,44% dan inflasi masih dijaga di level di bawah 5%, namun kita tidak boleh dalam hal ini terlena,” kata Menkeu.

*
Email: [email protected]
Editor: Vera Bebbington

Editor: vera bebbington

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

UI: Berbahaya Jika Masyarakat Sipil Ragu Data BPS

Senin, 11 Agustus 2025 | 14:48 WIB

Potensi Ekonomi Garam Indonesia Capai Rp4,14 T

Kamis, 19 Desember 2024 | 17:30 WIB

Ekspor Juni 2024 Capai US$20,84 Miliar

Senin, 15 Juli 2024 | 20:23 WIB

Cadangan Devisa Juni 2024 Naik Rp19,7 Triliun

Jumat, 5 Juli 2024 | 14:48 WIB
X