ESENSI.TV, YOGYAKARTA - Pemerhati pariwisata dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Baiquni menilai, sistem pariwisata Indonesia terkendala lemahnya penegakan hukum dan aturan-aturan.
Khususnya aturan terkait tata ruang, tata orang, dan tata uang dalam sistem kepariwisataan.
“Lemahnya penegakan hukum dan aturan terkait “tata ruang, tata orang, dan tata uang” dalam sistem kepariwisataan, merupakan kendala serius,” ujar Prof Baiquni, di Yogyakarta, Selasa (02/07/2024).
Baca Juga: Sinopsis Film Vina: Upaya Mendorong Penegakan Hukum Secara Benar
Beberapa Kendala
Ia mengatakan, ada beberapa kendala pada sistem pariwisata yang terjadi di Indonesia.
Pertama, penetrasi kapital global di destinasi pariwisata yang dominan dan dikuasai pemain besar berjejaring internasional.
Kedua, penguasaan aset kepemilikan lahan dan marjinalisasi adat oleh spekulan yang tidak kunjung membangun daya tarik destinasi.
Baca Juga: Keindahan dan Daya Tarik Vatikan
Ketiga, overtourism terjadi di beberapa destinasi (kawasan padat wisatawan) di Bali, dan kemacetan di sejumlah kota wisata.
Keempat, overacting perubahan perilaku wisatawan yang kurang sopan dan membuat penduduk lokal mulai jengah.
“Karena itu, kami memberikan rekomendasi agar Kemenparekraf fokus pada koordinasi dan kolaborasi K/L, serta sinergi Pentahelix,” terang Prof Baiquni yang juga Ketua Dewan Guru Besar UGM itu.
Baca Juga: UGM Ajak Kampus Lain Kolaborasi Tangani Sampah di DIY
Tiga Konsep Penting Pariwisata
Artikel Terkait
235 Unit PJU-TS di Gunung Kidul Diharap Dukung Pariwisata
Pariwisata, Bisnis Kuliner, dan Persoalan Sampah Makanan di Indonesia
Cara Berpikir untuk Revolusi Sektor Pariwisata Berkelanjutan
Pemerhati Pariwisata: Menparekraf Harus Perhatikan Tantangan dan Peluang Wisata
Pemerhati Pariwisata Desak Sandiaga Ciptakan 1.000 Pengusaha Kepariwisataan
Pemerhati: Pemerintah Harus Perhatikan 5 Kelemahan Pariwisata Indonesia