Kemenperin, kata dia, juga mendampingi Industri batik dalam negeri untuk terus beradaptasi untuk dapat menguasai pasar dalam negeri maupun mancanegara, khususnya pada segmen pasar anak muda seperti generasi millenial dan generasi Z dengan karakteristik dan kebutuhan yang beragam.
“Oleh karena itu,kami terus menggaungkan pentingnya pengenalan teknik fesyen yang berkelanjutan, salah satunya yaitu dengan memanfaatkan pewarna alam untuk industri batik,” terangnya.
Ia menambahkan, pelaku IKM batik harus semakin adaptif tanpa mengesampingkan pakem sejarah pembuatannya dan dampak yang ditimbulkan.
Baca Juga: Beli Celana Batik Rp15.000, Jokowi: Sangat Murah, Pasti Laku ke Afrika
“Saat ini memang merupakan era untuk lebih memaksimalkan penggunaan pewarna alam yang dapat memberikan nilai tambah pada batik, sekaligus untuk menekan kerusakan lingkungan,” ungkapnya.
IKM harus mengenal bahwa zat kimia yang selama ini mereka pakai dapat menghasilkan limbah yang harus diolah ulang dengan biaya tinggi. Karena itu, pihaknya memperkenalkan zat warna alam misalnya dari daun atau kulit pohon jati, daun indigo, kulit pohon mangga, dan sebagainya.
Reni menambahkan, penggunaan warna alam di industri batik membutuhkan waktu produksi yang lebih panjang. Hal terpenting dalam penggunaan zat warna alam ini, yaitu adanya pencatatan hasil warna yang dihasilkan dari komposisi bahan baku yang tepat.
Baca Juga: Limbah Gambir Cair Sebagai Pewarna Alami Kain Tenun
“Inilah tantangannya, bagaimana bisa memformulasikan berbagai level warna dari bahan baku alam,” imbuhnya.