ESENSI.TV, JAKARTA - Pernyataan mengejutkan datang dari Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, yang mengklaim Indonesia sebagai negara paling bahagia di dunia.
Klaim itu sontak membuat publik heboh, mengingat fakta di lapangan masih banyak warga yang mengeluhkan pelayanan kesehatan, antrean panjang di rumah sakit, hingga iuran BPJS yang dianggap memberatkan.
Ucapan tersebut pun menuai beragam tanggapan, mulai dari yang menertawakan hingga mempertanyakan dasar penelitian yang disebutnya berasal dari Harvard.
Dalam sebuah acara pada Kamis (9/10/2025), Ghufron mengatakan bahwa Harvard University baru-baru ini melakukan riset berjudul Global Flourishing Study, yang melibatkan sekitar 200 ribu responden di seluruh dunia.
Baca Juga: Firnando Ganinduto: Reklamasi BUMN Tambang Harus Nyata, Bukan Sekadar Laporan
Menurutnya, hasil penelitian tersebut menempatkan Indonesia di posisi teratas sebagai negara dengan masyarakat paling bahagia di dunia, bahkan melampaui Jepang dan Amerika Serikat.
“Indonesia itu top dunia, mengalahkan Amerika dan Jepang. Tapi ini bukan soal GDP atau ekonomi, melainkan kebahagiaan sejati,” ujar Ghufron.
“Dasarnya adalah gotong royong, saling menolong antarwarga. Tidak semua negara punya itu. Di luar negeri, kalau sakit atau miskin, ya tanggung sendiri. Tapi di Indonesia, kita masih saling peduli,” lanjutnya.
Ghufron juga menautkan konsep kebahagiaan itu dengan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dijalankan BPJS Kesehatan.
Baca Juga: Tragedi Ledakan Pabrik Amunisi di Tennessee, 18 Pekerja Hilang, Tak Ada Korban Selamat
Ia menilai, sistem gotong royong antar peserta, di mana yang sehat membantu yang sakit, merupakan bentuk nyata solidaritas sosial khas Indonesia.
“Dulu waktu saya di Jogja, ada istilah orang miskin dilarang sakit. Sekarang kami ubah, orang miskin kalau sakit dilarang bayar, asalkan menjadi peserta aktif BPJS,” ujarnya.
Namun, pernyataan tersebut justru menuai reaksi keras di dunia maya. Banyak netizen mempertanyakan dasar ilmiah klaim itu, bahkan ada yang menyindir kondisi nyata masyarakat yang masih harus antre berjam-jam di fasilitas kesehatan.
Sebagian lainnya menilai ucapan Ghufron tidak sensitif terhadap realitas yang dihadapi masyarakat miskin dan peserta BPJS kelas bawah.