Senin, 22 Desember 2025

Wamenkominfo Duga Ada Salah Tafsir soal Larangan Jurnalisme Investigasi

Photo Author
- Sabtu, 18 Mei 2024 | 17:32 WIB
Ilsutrasi jurnalistik investigasi. (Istimewa)
Ilsutrasi jurnalistik investigasi. (Istimewa)

RANCANGAN Undang-undang (RUU) Penyiaran sedang menjadi sorotan publik. Salah satunya berkaitan dengan larangan penayangan eksklusif karya jurnalistik investigasi.

Menanggapi hal itu, Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria menduga ada salah penafsiran.

"Saya kira mungkin ada kesalahan tafsir atau pemahaman atau bagaimana, karena kayaknya tidak mungkin pendapat-pendapat itu muncul di DPR," katanya di Sleman, Yogyakarta, dikutip dari CNN Indonesia, Kamis (16/5) malam.

Nezar meragukan RUU Penyiaran memuat pasal yang mengekang kemerdekaan pers, sementara reformasi menuntun masyarakat pada kebebasan berbicara atau berpendapat.

"Karena semuanya kita tahu kita dibesarkan di era reformasi, di mana kebebasan berbicara, kebebasan pers menjadi salah satu icon. Jadi, saya agak meragukan kalau itu sampai tertera di undang-undang penyiaran," jelasnya.

Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia periode 2008-2011 ini mengungkapkan, jika benar pasal dalam RUU itu dimaksudkan untuk melarang penayangan karya jurnalistik investigasi, maka peraturan tersebut bertentangan dengan iklim kebebasan berbicara sekarang ini.

Bagi Nezar, jurnalisme mewakili kepentingan publik, dan karya investigasi adalah salah satu bentuk jurnalisme berkualitas. "Kalau itu tidak boleh tampil rasanya aneh. Jadi, nanti kita coba klarifikasi lah, apa yang dimaksud dengan tidak bolehnya muncul jurnalisme investigasi itu," katanya.

Nezar menyebut draf RUU dari DPR itu sampai sekarang belum secara resmi sampai ke meja pemerintah. Setelah draf diserahkan resmi ke pemerintah, dia menjamin kementeriannya akan melibatkan partisipasi masyarakat atau pemangku kepentingan terkait untuk membuat daftar poin keberatan sebelum nantinya disempurnakan.

Sebelumnya, draf revisi UU No. 32 Tahun 2002 tentang penyiaran menuai kritik dari berbagai pihak. RUU ini dianggap memuat sejumlah pasal kontroversial terutama terkait dengan kegiatan jurnalistik.

Dewan Pers menilai RUU Penyiaran akan mengekang kemerdekaan pers dan melahirkan produk jurnalistik yang buruk. Salah satu poin yang mereka tolak adalah adanya larangan penayangan eksklusif karya jurnalistik investigasi.

Ketua Komisi I DPR, Meutya Hafid menegaskan bahwa pihaknya tak memiliki niat sama sekali untuk mengecilkan peran media massa lewat RUU Penyiaran yang saat ini tengah berproses di DPR.

Meutya mengaku memiliki hubungan yang baik dengan para pemangku di industri media, termasuk dengan Dewan Pers selalu mitra kerja. Tidak ada dan tidak pernah ada semangat ataupun niatan dari Komisi I DPR untuk mengecilkan peran Pers," kata dia lewat keterangan tertulis, Kamis (16/5).

Dia menegaskan bahwa naskah RUU Penyiaran saat ini belum ada. Sementara, naskah yang beredar merupakan naskah yang mungkin muncul dalam beberapa versi dan masih dinamis. Karenanya, sebagai draf, penulisannya belum sempurna dan multitafsir.

Editor: Nazarudin

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Tags

Terkini

X