Sebelum Indonesia merdeka dan mengumandangkan proklamasi, banyak sekali rintangan yang harus dialami. Meskipun Jepang sudah menyerah terhadap sekutu, Soekarno masih belum ingin Menyusun dan membacakan proklamasi di depan umum.
Hal ini dikarenakan masih khawatirnya Soekarno terhadap peperangan atau pertumpahan darah yang mungkin terjadi jika proklamasi dibacakan. Sehingga, pembacaan proklamasi pun masih diurungkan hingga waktu yang tepat.
Perdebatan Golongan Tua dan Muda
Tentunya hal ini membuat golongan muda geram. Perdebatan pun terjadi antara tokoh nasional, golongan tua, dan golongan muda di kediaman Soekarno.
Chaerul Saleh, salah seorang golongan muda mengatakan ini adalah waktu yang tepat untuk membacakan proklamasi dan merdeka. Ia meminta untuk mengobarkan revolusi secepat mungkin.
Ucapan Saleh pun disambut oleh golongan muda lainnya, Sukarni. Ia mengatakan siap mempertaruhkan jiwanya untuk merebut kekuasaan yang telah lama dijajah. Tidak hanya itu, Wikana bahkan berkata bila Bung Karno tidak mengumumkan kemerdekaan malam itu, akan terjadi pertumpahan darah dan pembunuhan besar-besaran di esok hari.
Hal ini membuat Soekarno marah. Ia tidak suka dipaksa dan merasa harus mempertimbangkan kembali pilihan untuk membacakan proklamasi secara matang.
Ia langsung berkata pada golongan muda, “Ini batang leherku. Seretlah saya ke pojok itu dan potonglah leherku malam ini juga! Kamu tidak usah menunggu esok hari!” teriaknya.
Rencana Penculikan Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok
Perundingan pun kembali dilakukan malam itu. Lalu mereka sepakat untuk tidak membacakan proklamasi karena masih ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan. Mereka juga khawatir akan ada korban jiwa. Karena pada saat itu, Belanda akan kembali mendatangi Indonesia setelah Jepang menyerah.
Tidak merasa puas akan keputusan Soekarno, golongan muda pun merencanakan “penculikan” terhadap Soekarno-Hatta untuk mengamankan keduanya agar tidak terpengaruh tipu daya dari Jepang.
Meskipun awalnya Soekarno marah karena tindakan golongan muda yang menculiknya bersama Hatta, namun akhirnya ia berhasil luluh oleh bujukan golongan muda. Mereka meyakinkan Soekarno untuk melaksanakan penyusunan proklamasi dan meresmikan kemerdekaan.
Proklamasi pun disusun dan diketik setelah mereka Kembali dari Rengasdengklok. Sayuti Melik sebagai notulen dan juru ketik proklamasi pun menyelesaikan tulisan tersebut hingga siap dibacakan pada 17 Agustus 1945.
Pembacaan proklamasi dilakukan di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Pukul 10.00 WIB.
Editor: Nabila Tias Novrianda/Addinda Zen