Khusus tentang dokter asing ini, sudah banyak pendapat yang diberikan.
Kalau diambil ilustrasi bahwa ada sejumlah Puskesmas dinegara kita tidak ada dokternya, maka apakah dokter asing akan didatangkan untuk mengisi Puskesmas-Puskesmas itu, dengan sarana dan prasana yang ada serta perlakuan yang sama yang seperti diberikan ke Dokter Puskesmas WNI.
Hal yang sama juga berlaku untuk ketersediaan dokter spesialis, apakah dokter asing akan ditempatkan di daerah-daerah yang belum ada dokter spesialisnya di berbagai daerah dan si dokter asing akan berhadapan dengan sarana dan prasana yang ada serta perlakuan yang sama yang seperti diberikan ke Dokter Spesialis WNI.
Belum lagi tentang kemampuan bahasa Indonesia dokter asing itu, dan lain-lain. Kalau disebutkan ini bagian dari “transfer of knowledge” maka sudah sejak puluhan tahun yang lalu selalu berbagai Fakultas Kedokteran kita bekerjasama dengan Universitas luar negeri.
Baca Juga: Sadis! Mahasiswi Fakultas Kedokteran Hewan Unair Tewas dalam Mobil, Kepala Tertutup Plastik
“Ada dokter luar negeri yang memberi ceramah, kuliah dan pelatihan ke dokter dan mahasiswa kita. Dan ada juga dokter kita yang diminta memberi ceramah, kuliah dan memberi pelatihan di luar negeri,” terang dia.
Kalau disebutkan bahwa ada kebutuhan kemampuan dokter spesialis di luar Jawa misalnya. Sehingga perlu mendatangkan dokter yang membedah dari luar negeri.
Tentu ada berbagai pilihan jalan keluar, baik dengan mendatangkan saja dokter dari daerah lain di Indonesia untuk melakukan pembedahan itu. Atau melatih dokter setempat oleh dokter-dokter lain didalam negeri, atau berbagai pendekatan lainnya.
Semoga Prof Budi Santoso mendapat perlakuan yang adil, baik dan memberi manfaat maksimal dalam kinerja dan karya Prof Bus bagi kesehatan anak negeri kita.
Prof Tjandra Yoga Aditama, seorang warga akademik di Indonesia