Meski telah diberlakukan hampir dua dekade, Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) belum mampu menurunkan angka kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) secara signifikan di Indonesia.
Berdasarkan data Komnas Perempuan, angka kekerasan terhadap perempuan mencapai 457.895 kasus sepanjang 2022, di mana 91 persen adalah kasus KDRT.
Tingginya angka KDRT di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor. Miskonsepsi mengenai relasi kuasa antara suami dan istri masih kuat. Banyak laki-laki merasa berhak mengontrol dan mengatur perempuan dengan berbagai cara, termasuk kekerasan fisik, psikis, dan seksual.
Rendahnya kesadaran perempuan akan hak-hak mereka dan anggapan bahwa KDRT adalah aib yang tidak boleh dibicarakan juga memperparah masalah ini.
Penyelesaian Secara Kekeluargaan
Selain itu, penyelesaian kasus KDRT seringkali diupayakan secara kekeluargaan tanpa melibatkan aparat penegak hukum. Pendekatan ini menyebabkan pelaku tidak mendapatkan efek jera dan korban tidak mendapatkan keadilan yang seharusnya.
Banyak korban yang enggan melapor karena takut mengganggu keharmonisan rumah tangga, memikirkan kondisi anak-anak, atau karena ketergantungan ekonomi kepada suami.
UU PKDRT sendiri memiliki beberapa kelemahan dalam implementasinya. Misalnya, beberapa kasus kekerasan masih dianggap sebagai delik aduan yang membutuhkan laporan dari korban untuk diproses hukum. Meskipun UU Nomor 12 Tahun 2022 telah memperbarui beberapa ketentuan, banyak masyarakat yang belum mengetahui atau memahami perubahan ini.
Upaya Pencegahan
Upaya pencegahan dan penanganan KDRT membutuhkan kolaborasi semua pihak. Kampanye penghapusan KDRT terus dilakukan untuk meningkatkan kesadaran dan literasi masyarakat tentang hak-hak individu dan pentingnya melaporkan kasus kekerasan. Aparat penegak hukum, unit PPA, dan UPTD PPA berperan penting dalam menyediakan layanan yang dibutuhkan korban untuk pulih dari trauma.
Meskipun tantangan dalam penegakan UU PKDRT masih besar, diharapkan dengan sosialisasi yang lebih intensif dan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan komunitas, angka KDRT di Indonesia dapat berkurang dan korban mendapatkan perlindungan serta keadilan yang mereka butuhkan.