Pengamat Sosial dan Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia (UI) Sri Handiman menilai bantahan Pemerintah Provinsi DKI tentang sanksi denda Rp50 juta tak berdasar. Bantahan tersebut justru wujud “ngeles” dari pernyataan sebelumnya.
Hal itu dikatakannya dalam diskusi media, di Jakarta, Jumat (07/06/2024).
“Padahal di banyak media, statement pemberian sanksi denda Rp50 juta bagi warga yang rumahnya ada sarang jentik nyamuk, sudah santer. Sekarang, begitu banyak komentar netizen, buru-buru mereka bantah. Mereka ‘ngeles’ tidak mengakui statement-nya,” ujar dia.
Ia mengatakan, seharusnya pejabat publik tidak boleh sembarangan bicara kepada masyarakat, khususnya dalam menyampaikan kebijakan yang terkait warganya.
Apalagi kebijakan penerapan sanksi denda bagi warga yang dianggap melakukan kesalahan. Khususnya kesalahan akibat kebijakan yang menyangkut masyarakat luas dari sisi kesehatan.
“Seharusnya Pemprov DKI secara konsisten dan terus menerus mensosialisasikan kebijakan itu sampai warganya benar-benar memahami. Kalau upaya sosialisasi saja sering mandeg, terus sekarang main ancam akan kenakan denda, kan terlihat jelas arogansi aparat tersebut,” terang dia.
Klarifikasi Satpol PP
Sebelumnya, satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta membantah akan langsung memberi sanksi denda Rp50 juta ke warga jika ada jentik nyamuk di rumahnya. Denda Rp50 juta merupakan besaran maksimal dari sanksi yang diberlakukan bertahap.
"Tidak benar, kami langsung mengenakan sanksi denda Rp50 juta kepada warga yang rumahnya kedapatan jentik, ada tahapannya," kata Kepala Satpol PP DKI Jakarta, Arifin.
Merujuk pada Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue, disebutkan bahwa pencegahan penyakit DBD merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah (Pemda) dan masyarakat.
Hal itu melalui upaya pemberantasan sarang nyamuk (PSN) 3M Plus, pemeriksaan jentik berkala (PJB), memantau penyebaran penyakit (surveilans), dan sosialisasi.
Upaya penanggulangan DBD menjadi tanggung jawab Pemda dan masyarakat. Pencegahan dilakukan melalui penyelidikan epidemiologi berupa pelacakan kasus pasien DBD. Lalu penanggulangan kasus, pengabutan (foging) massal dan tatalaksana penanganan kasus.